Minggu, 29 September 2024

KEUTAMAAN SABAR


KEUTAMAAN SABAR 


Khalid bin Saud Al-Bulaheed


Segala puji bagi Allah dan salawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah. Amma ba'du:

Sungguh, sabar dalam agama bagaikan kedudukan kepala dalam tubuh. 
Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki kesabaran. 
Kedudukan sabar adalah salah satu kedudukan tertinggi dalam keimanan karena menahan seseorang dari melakukan keburukan dan terjerumus dalam keraguan. 
Sabar melindungi seorang hamba dari menjalani kebiasaan yang buruk, memperkuatnya untuk melakukan ibadah dan ketaatan, serta menjadikannya teguh ketika menghadapi ujian yang besar. 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Hud: 115)


Secara bahasa, sabar berarti menahan dan membatasi diri, dan lawan dari sabar adalah gelisah. 
Puasa disebut sabar karena di dalamnya terdapat penahanan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami-istri.

 Sedangkan dalam istilah, sabar adalah sifat mulia dari jiwa yang menahan seseorang dari melakukan apa yang tidak layak dan tidak pantas. 

Secara syariat, sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membuat Allah murka, baik dalam hati, lisan, maupun anggota tubuh. 

Sa'id bin Jubair berkata: "Sabar adalah pengakuan seorang hamba kepada Allah atas musibah yang menimpanya, mengharapkan pahala dari-Nya, dan berharap akan balasan dari Allah. Terkadang seseorang tampak tegar namun sebenarnya dia gelisah."


Sabar hukumnya wajib menurut kesepakatan para ulama. 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah!" (QS. Al-Muddatstsir: 7).

 Betapa pentingnya sabar dan tingginya kedudukannya dalam agama ditunjukkan oleh fakta bahwa Allah menyebutkannya dalam 90 tempat di dalam Al-Qur'an dengan 16 jenis yang berbeda, dan masing-masing jenis memiliki faedah yang besar.


Nabi Muhammad (ﷺ) menggambarkan sabar sebagai cahaya, seperti yang disebutkan dalam Sahih Muslim. 
Cahaya yang disertai panas seperti cahaya matahari. 

Ibn Rajab berkata: "Karena sabar adalah hal yang berat bagi jiwa, membutuhkan perjuangan, dan menahan diri dari apa yang diinginkannya, maka disebut cahaya (ضياء). 

Sabar dalam bahasa berarti menahan, 
dan dari situlah muncul istilah
 'membunuh dengan sabar' 
yaitu seseorang yang ditahan hingga dibunuh."


Yang menunjukkan pentingnya sabar dan betapa dibutuhkannya adalah bahwa seorang mukmin berada di dua kondisi dalam hidupnya: 
ketika bahagia, ia disyariatkan untuk bersyukur, dan 
ketika dalam kesulitan, ia disyariatkan untuk bersabar. 
Jika ia diberi nikmat, ia berbuat baik, dan jika ia diuji, ia menahan diri dari perbuatan dan ucapan yang haram. 
Kedua hal ini adalah baik karena ia menjalani ibadah yang Allah cintai sesuai dengan kondisi yang menimpanya. 

Nabi (ﷺ) bersabda: "Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Semua urusannya adalah baik, dan itu tidak dimiliki kecuali oleh orang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesulitan, ia bersabar, dan itu juga baik baginya." (HR. Muslim)

Rasulullah (ﷺ) adalah pemimpin orang-orang yang sabar dalam menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. 

Beliau juga paling sabar dalam menghadapi ujian-ujian besar. 
Beliau mencontohkan bentuk-bentuk sabar yang paling mulia: 
sabar dalam menghadapi gangguan kaumnya ketika mendakwahkan Islam, sabar dalam pengepungan di lembah (Syi'ib Abi Thalib), 
sabar dalam hijrah meninggalkan tanah air, keluarga, dan harta demi jalan Allah, 
sabar dalam jihad, 
sabar dalam hidup sederhana, 
sabar dalam menghadapi fitnah yang ditujukan kepada keluarganya, serta 
sabar dalam menghadapi gangguan orang-orang munafik. 

Dalam riwayat sahih disebutkan bahwa Abdullah bin Mas'ud berkata: "Rasulullah membagi harta seperti biasanya. 
Lalu seorang pria dari kalangan Anshar berkata, 'Pembagian ini tidak mengharap wajah Allah.' 
Aku berkata, 'Aku akan laporkan hal ini kepada Nabi (ﷺ).' 
Aku pun menemui beliau dan menyampaikan hal itu, yang membuat wajah beliau berubah dan tampak marah. Nabi (ﷺ) bersabda: 'Musa telah disakiti lebih dari ini, namun ia tetap bersabar.'"

 Rasulullah (ﷺ) dalam hal itu selalu mengharap pahala dari Allah, menyerahkan urusannya kepada-Nya, tanpa pernah mengeluhkan keadaannya kepada makhluk, 

sebagaimana firman Allah: "Bersabarlah seperti kesabaran para rasul yang memiliki keteguhan hati." (QS. Al-Ahqaf: 35).

 Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepadanya.

Para imam dari kalangan salaf juga selalu menganjurkan sabar. 

Umar bin Khattab berkata: "Kami menemukan kenikmatan hidup yang terbaik dengan sabar." 

Ali bin Abi Thalib berkata: "Sabar dalam iman bagaikan kepala dalam tubuh. Jika sabar hilang, maka hilanglah iman." 

Al-Hasan berkata: "Aku menemukan kebaikan dalam sabar sesaat." 

Umar bin Abdul Aziz berkata: "Tidak ada nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya, kemudian Dia mencabutnya, lalu menggantinya dengan sabar, kecuali pengganti itu lebih baik dari apa yang dicabut."


Sabar memiliki keutamaan-keutamaan:

1. Pahala yang besar di akhirat. 

Allah Ta'ala berfirman: "Hanya orang-orang yang bersabar yang akan diberikan pahala tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10). 

Sufyan Ats-Tsauri berkata: "Pahala diberikan sesuai dengan tingkat kesabaran."


2. Mendapatkan cinta dari Allah. 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar." (QS. Ali 'Imran: 146).


3. Surga untuk orang yang bersabar atas cobaan di dunia. 

Atha' bin Abi Rabah berkata: Ibnu Abbas berkata kepadaku: "Maukah aku tunjukkan padamu seorang wanita penghuni surga?" Aku menjawab: "Tentu." 
Ibnu Abbas berkata: "Wanita kulit hitam ini datang kepada Nabi ﷺ dan berkata: 'Aku sering kejang-kejang dan tubuhku terbuka, doakanlah kepada Allah agar menyembuhkanku.' 
Nabi ﷺ berkata: 'Jika kamu bersabar, kamu akan mendapatkan surga, tetapi jika kamu mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.' 
Wanita itu berkata: 'Aku akan bersabar, tetapi doakanlah agar tubuhku tidak terbuka.' Lalu Nabi ﷺ mendoakannya." (Muttafaq alaih). 

Sufyan bin ‘Uyainah berkata: "Tidak ada yang diberikan kepada hamba yang lebih baik dari kesabaran, karena dengan kesabaranlah mereka masuk surga."


4. Tercapainya kebersamaan Allah bagi orang-orang yang sabar. 

Allah Ta’ala berfirman: "Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (Al-Anfal: 46).


5. Anugerah terbaik dari Allah bagi orang mukmin sebagaimana disebutkan dalam dua kitab sahih (Bukhari dan Muslim). 
Nabi ﷺ bersabda: "Tidak ada anugerah yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran."


6. Nikmatnya iman dan manisnya iman bagi mereka yang bersabar dalam meninggalkan maksiat. 

Ibnu Taimiyyah berkata: "Begitu pula meninggalkan perbuatan-perbuatan keji, maka hati akan bersih karenanya. Demikian juga meninggalkan dosa, karena dosa itu bagaikan campuran buruk dalam tubuh dan seperti ilalang dalam tanaman."


7. Ada tiga kabar gembira bagi orang yang sabar. 
Allah memberikan kabar gembira ini dalam firman-Nya: "Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata: 'Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali.' Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 155-157).



Salah satu manfaat terbesar dari kesabaran adalah keteguhan dalam mengikuti syariat Allah, keteguhan dalam agama, serta menjaga diri dari kesudahan yang buruk, penyimpangan, dan terhindar dari segala bentuk keburukan.



Kesabaran ada tiga macam:


Pertama: 
Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, yaitu seseorang mengharapkan pahala dalam melaksanakannya, bersabar atas kesulitannya, melakukannya dengan cara yang benar, dan terus menerus melakukannya. 

Allah Ta’ala berfirman: "Wahai anakku, dirikanlah shalat, perintahkanlah (manusia) untuk mengerjakan yang baik dan cegahlah dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Luqman: 17). 

Nabi ﷺ juga bersabar dalam kesulitan melaksanakan shalat malam yang panjang hingga kakinya bengkak. Ketika Aisyah radhiyallahu 'anha menegurnya, Nabi ﷺ berkata: "Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?" (Muttafaq alaih).


Kedua: 
Sabar dalam meninggalkan maksiat kepada Allah, yakni dengan melawan hawa nafsu dan setan serta bersabar atas kesulitan meninggalkan kebiasaan buruk dan menjauhi kerusakan serta orang-orang yang melakukannya. 

Allah Ta’ala berfirman: "Dan orang-orang yang bersabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan; mereka itulah yang memperoleh tempat kesudahan (yang baik)." (Ar-Ra’d: 22). 

Nabi Yusuf عليه السلام juga bersabar untuk tidak melakukan zina ketika istri al-Aziz menggoda dan seluruh sebab untuk terjadinya maksiat itu telah tersedia, tetapi Yusuf عليه السلام memilih bersabar karena kuatnya iman dan kesadarannya akan pengawasan Allah. Maka Allah melindunginya dari perbuatan keji tersebut.


Ketiga: 
Sabar atas takdir yang menyakitkan, yaitu seseorang bersabar atas kesulitan yang menimpanya dan menghindari segala ucapan dan perbuatan yang mendatangkan kemurkaan Allah. 

Allah Ta’ala berfirman: "Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: 'Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali.' Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 156-157). 

Rasulullah ﷺ juga bersabda: "Besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barang siapa ridha (dengan ujian itu), maka dia akan mendapatkan keridhaan Allah, dan barang siapa murka, maka dia akan mendapatkan murka Allah." (HR. Tirmidzi). 

Seorang mukmin tidak akan mendapatkan pahala dari kesabarannya kecuali jika ia mengharapkan pahala dari Allah dengan keyakinan bahwa Allah telah menakdirkan musibah tersebut sebagai ujian dan cobaan untuk mengangkat derajatnya dan menghapus dosa-dosanya.

Termasuk dalam sabar terhadap musibah adalah tidak mengeluh kepada makhluk, karena mengeluh kepada makhluk adalah bentuk kehinaan, bertentangan dengan makna sabar, dan merupakan kekurangan dalam tawakkal kepada Allah. 

Nabi Ayyub عليه السلام ketika diuji, beliau hanya mengadu kepada Allah, sebagaimana doanya: 
"Dan (ingatlah kisah) Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya: 'Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang dari segala yang penyayang.'" (Al-Anbiya’: 83). 

Allah memuji Ayyub عليه السلام dengan kesabaran, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya Kami dapati dia seorang yang sabar." (Shad: 44). 

Sufyan Ats-Tsauri berkata: "Tiga hal dari kesabaran: jangan ceritakan musibahmu, jangan ceritakan rasa sakitmu, dan jangan memuji dirimu sendiri."

Pahala kesabaran dan kesempurnaannya akan tercapai saat musibah pertama kali datang, namun jika seseorang mengeluh dahulu dan kemudian bersabar, maka tidak ada pahala baginya karena dia tidak mengharapkan pahala dari Allah sejak awal. 

Dalam dua kitab sahih (Bukhari dan Muslim), dari Anas bin Malik رضي الله عنه disebutkan bahwa Nabi ﷺ melewati seorang wanita yang menangis di samping sebuah kuburan. 
Nabi ﷺ bersabda: "Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah." 
Wanita itu berkata: "Pergilah, karena engkau tidak mengalami musibah sepertiku." 
Wanita itu tidak tahu bahwa yang berbicara adalah Nabi ﷺ. 
Maka ada yang memberi tahu wanita itu bahwa orang yang berbicara dengannya adalah Nabi ﷺ. 
Wanita itu pun datang ke rumah Nabi ﷺ dan tidak menemukan pintu yang dijaga. 
Ia berkata: "Aku tidak tahu bahwa itu engkau, wahai Rasulullah." 
Nabi ﷺ bersabda: "Sesungguhnya kesabaran itu adalah saat pertama kali tertimpa musibah."


Sabar atas musibah itu wajib, 
sedangkan ridha dengan takdir yang buruk adalah sesuatu yang dianjurkan (mustahab) 
menurut kebanyakan ulama, namun tidak wajib. 

Umar bin Abdul Aziz berkata: "Adapun ridha, itu adalah kedudukan yang mulia, tetapi Allah telah menjadikan sabar sebagai penolong yang baik." 

Ibnu Taimiyyah berkata: "Ridha terhadap musibah seperti kemiskinan, penyakit, dan kehinaan adalah mustahab menurut sebagian ulama dan bukan wajib. 

Ada yang mengatakan bahwa ridha itu wajib, namun yang benar adalah bahwa yang wajib adalah sabar." 

Ridha itu lebih dari sekadar sabar, yakni seseorang tidak merasa benci terhadap musibah, ia ridha dengan takdir Allah, tidak merasakan sakit karenanya, baginya musibah dan kesenangan adalah sama, karena keyakinannya terhadap pahala dan bahwa yang terbaik bagi dirinya adalah apa yang telah Allah tetapkan untuknya.

Nabi ﷺ sering berdoa: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu rasa ridha setelah ditetapkan takdir." (HR. Ahmad).

Ibnu Rajab berkata: "Sabar dalam menjalankan ketaatan dan meninggalkan maksiat lebih utama daripada sabar atas takdir yang menyakitkan. 

Hal ini dinyatakan oleh para ulama terdahulu seperti Sa'id bin Jubair, Maimun bin Mihran, dan lainnya. 

Telah diriwayatkan dengan sanad yang lemah dari hadis Ali secara marfu’: 'Sesungguhnya kesabaran dalam maksiat dicatatkan bagi hamba sebanyak tiga ratus derajat, sedangkan kesabaran dalam ketaatan dicatatkan sebanyak enam ratus derajat, dan kesabaran dalam meninggalkan maksiat dicatatkan sebanyak sembilan ratus derajat.' Hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Jarir Ath-Thabari."


Dan manusia dalam tingkatan sabar terbagi menjadi empat golongan:

Golongan pertama: 
Mereka yang sabar dalam ketaatan kepada Allah dan juga sabar dalam menjauhi maksiat kepada-Nya. 
Ini adalah tingkatan yang paling tinggi, yang merupakan kondisi para nabi, orang-orang jujur, dan para wali. 

Ibn Baththal berkata: "Tingkatan tertinggi dari orang-orang yang sabar di sisi Allah adalah mereka yang sabar menjauhi larangan-larangan Allah dan sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Barang siapa yang melakukan hal itu, maka ia termasuk hamba-hamba Allah yang paling murni dan terpilih. Tidakkah kamu melihat sabda Rasulullah ﷺ: 'Tidaklah kalian diberikan sesuatu yang lebih baik dan lebih luas dari kesabaran.'"


Golongan kedua: 
Mereka yang sabar dalam ketaatan kepada Allah, selalu menjaga kewajiban-kewajiban, tetapi tidak sabar dalam menjauhi maksiat kepada Allah sehingga terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang keji. Ini adalah orang yang zalim kepada dirinya sendiri dan tidak termasuk dalam keutamaan sabar yang agung.


Golongan ketiga: 
Mereka yang sabar menjauhi maksiat sehingga tidak terjerumus dalam perbuatan-perbuatan keji karena jiwanya yang luhur dan menjauhi kerendahan, namun tidak sabar dalam melaksanakan ketaatan sehingga sering meninggalkan kewajiban-kewajiban. Ini adalah orang yang buruk dan berada di tepi kehancuran dan akhir yang buruk.


Golongan keempat: 
Mereka yang tidak sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban dan tidak sabar dalam menjauhi maksiat sehingga terjerumus dalam perbuatan-perbuatan keji. Ini adalah golongan yang paling buruk, yang telah menjual agamanya demi kesenangan dunia dan menghadapkan dirinya kepada murka dan azab Allah. Ini adalah kondisi para pendosa.

Banyak di antara manusia yang mampu melakukan ketaatan dan bersabar dalam melakukannya, tetapi tidak mampu bersabar dalam meninggalkan maksiat karena lemahnya iman mereka, dominasi hawa nafsu dalam perilaku mereka, pergaulan dengan orang-orang yang lalai, kebodohan mereka terhadap makna-makna syariat, dan kurangnya ketakwaan mereka. 
Barang siapa yang tidak sabar dalam meninggalkan perbuatan-perbuatan haram, tidak bisa disebut sebagai orang yang sabar dan tidak mendapatkan derajat para mujahid yang melawan hawa nafsunya.

 Rasulullah ﷺ bersabda: "Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang." (HR. Bukhari).

 Maimun bin Mihran berkata: "Kesabaran itu ada dua macam: sabar dalam menghadapi musibah itu baik, tetapi yang lebih baik adalah sabar dalam menjauhi maksiat."

Salah satu bentuk kesabaran yang paling besar adalah ibadah puasa, karena di dalamnya terkumpul semua jenis kesabaran. 
Dalam puasa, ada kesabaran dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, kesabaran dalam meninggalkan maksiat kepada Allah dengan menahan diri dari syahwat yang dicintai oleh jiwa, dan kesabaran dalam menghadapi takdir Allah yang menyakitkan berupa lapar dan haus. Oleh karena itu, dalam hadis sahih disebutkan bahwa Allah mengkhususkan pahala puasa untuk-Nya sendiri dan Dia yang akan memberikan balasannya. Rasulullah ﷺ menyebut bulan Ramadan sebagai bulan kesabaran, dan dalam Sunan Ibnu Majah disebutkan bahwa puasa adalah separuh dari kesabaran.


Kebutuhan seorang mukmin akan kesabaran sangatlah besar, karena dunia ini penuh dengan kesedihan, kesusahan, dan musibah, serta dipenuhi dengan berbagai macam fitnah. 
Tidak ada yang bisa diandalkan oleh seorang mukmin untuk menghadapi semua itu kecuali senjata kesabaran. Inilah yang terjadi pada Nabi Ya'qub عليه السلام ketika diuji dengan kehilangan anaknya, Yusuf. 
Ia sangat berduka hingga kehilangan penglihatannya karena banyak menangis. Ia tidak menemukan obat yang lebih ampuh untuk meredakan kesedihannya, menenangkan hatinya, dan menghilangkan dukanya kecuali dengan sabar yang indah dan mengadu kepada Allah سبحانه وتعالى: "Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan." (QS. Yusuf: 18).

 Sabar yang indah adalah sabar yang tidak disertai dengan keluhan atau ketidakpuasan. Allah سبحانه وتعالى juga berfirman: "Ya'qub berkata, 'Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tidak mengetahuinya.'" (QS. Yusuf: 86).


Di antara tempat-tempat di mana kesabaran sangat diperlukan dan memiliki manfaat yang besar adalah ketika kehilangan orang yang dicintai. 
Sangatlah berat bagi seseorang untuk kehilangan orang yang telah menemani hidupnya dan yang ia cintai. 
Banyak orang yang lemah imannya tidak bisa bersabar dalam menghadapi musibah seperti ini, mereka panik dan tidak dapat menahan diri dari melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti meratap, berteriak, atau merobek-robek pakaian. 
Oleh karena itu, syariat menekankan pentingnya kesabaran dalam hal ini, karena ketidakmampuan bersabar dalam menghadapi musibah merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap takdir Allah, kurangnya adab kepada-Nya, dan lemahnya keyakinan. 

Rasulullah ﷺ bersabda: "Bukan dari golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek pakaian, atau menyeru dengan seruan jahiliyah." (HR. Bukhari dan Muslim).


Seorang mukmin akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat dengan memohon pertolongan melalui sabar dan shalat, 

sebagaimana Allah سبحانه وتعالى berfirman: "Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat." (QS. Al-Baqarah: 45). 

Jika seorang mukmin menjauhi hal-hal yang haram dan melaksanakan kewajiban-kewajiban, maka ia akan mendapatkan rahmat Allah dan ridha-Nya. 

Tingkatan yang tinggi dalam agama hanya bisa dicapai dengan kesabaran. 

Allah سبحانه وتعالى berfirman: "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar." (QS. As-Sajdah: 24). 

Sufyan bin 'Uyainah berkata: "Ketika mereka berpegang pada urusan yang utama (yaitu sabar), Allah menjadikan mereka pemimpin-pemimpin."


Ada beberapa kondisi dan situasi di mana kesabaran sangat dianjurkan:

1. Sabar dalam menjauhi syahwat yang diharamkan. 

Allah سبحانه وتعالى berfirman: "Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan dirinya dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya." (QS. An-Nazi'at: 40-41). 

Muqatil berkata: "Orang yang hendak berbuat maksiat, kemudian ia ingat akan tempatnya berdiri di hadapan Allah untuk perhitungan, maka ia meninggalkannya."


2. Sabar dalam menghadapi kemiskinan dan kesulitan hidup. 

Allah سبحانه وتعالى berfirman: "Mereka itulah yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya." (QS. Al-Furqan: 75). 

Muhammad bin Ali bin Husain berkata: "Karena kesabaran mereka dalam menghadapi kemiskinan dan kefakiran di dunia."


3. Sabar dalam berperang melawan orang kafir. 

Allah سبحانه وتعالى berfirman: "Tatkala mereka tampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka berdoa, 'Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kesabaran, teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.' Maka mereka mengalahkan musuh-musuhnya dengan izin Allah." (QS. Al-Baqarah: 250-251).


4. Sabar dalam berdakwah kepada Allah.

 Allah سبحانه وتعالى berfirman: "Dan bersabarlah (Muhammad), dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan (pertolongan) Allah. Dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka, dan janganlah kamu merasa sempit terhadap apa yang mereka tipu dayakan." (QS. An-Nahl: 127).


5. Sabar menghadapi perkataan orang-orang yang menentang, baik dari kalangan kafir, ahli bid'ah, maupun orang-orang fasik.

 Allah سبحانه وتعالى berfirman: "Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka katakan, dan jauhilah mereka dengan cara yang baik." (QS. Al-Muzzammil: 10).


6. Sabar atas gangguan yang terjadi dalam menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar. 

Allah berfirman: "Wahai anakku, dirikanlah salat, suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar, serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Luqman: 17)


7. Sabar menghadapi kesulitan dan tantangan di kota Madinah. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada seorang pun yang tetap sabar menghadapi kesulitan dan tantangan di Madinah, kecuali aku akan menjadi pembela atau saksi baginya di Hari Kiamat." (HR. Muslim)


8. Sabar dalam menjauhi penghasilan haram dan menjaga diri darinya, terutama ketika amanah mulai hilang dan godaan semakin banyak.


9. Sabar ketika kehilangan penglihatan.

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kehilangan dua kekasihnya (matanya), kemudian ia bersabar, maka Aku akan menggantikan keduanya dengan surga." (HR. Bukhari)


10. Sabar ketika kehilangan orang yang dicintai. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Allah berfirman: 'Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang mukmin jika Aku mengambil orang terdekatnya di dunia dan ia bersabar serta mengharapkan pahala dari-Ku, kecuali surga.'" (HR. Bukhari)


11. Sabar dalam berinteraksi dengan orang lain. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguan mereka." (HR. Tirmidzi)


12. Sabar menghadapi penyakit. 

Atha bin Abi Rabah berkata: "Ibnu Abbas pernah berkata padaku: 'Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?' Aku menjawab, 'Tentu.' 
Ibnu Abbas berkata: 'Wanita hitam ini datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: 'Aku menderita ayan dan tubuhku terbuka, maka doakanlah kepada Allah agar menyembuhkanku.' 
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 'Jika kamu bersabar, maka kamu akan mendapatkan surga. 
Namun, jika kamu ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu.' Wanita itu berkata: 'Aku akan bersabar, namun aku sering terbuka, maka doakanlah agar tubuhku tidak terbuka.' Maka Nabi mendoakannya." (HR. Bukhari dan Muslim)


13. Sabar terhadap akhlak buruk istri dan penyakitnya. 

Allah berfirman: "Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah), karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (An-Nisa: 19). 

Ibnu Abbas berkata tentang ayat ini: "Maksudnya adalah bahwa Allah akan memberikan rezeki anak dari mereka yang mendatangkan kebaikan yang banyak."

 Kesabaran istri atas ketidakadilan atau kemiskinan suaminya juga diharapkan mendapatkan pahala yang besar jika ia mengharapkan pahala dari Allah dan berakhir dengan kebaikan dalam mendidik anak-anaknya serta berbakti kepada mereka.


14. Sabar dalam mendidik anak-anak dan membimbing keluarga, terutama ketika banyak fitnah dan sedikit yang membantu.

 Allah berfirman: "Dan perintahkanlah keluargamu untuk salat dan bersabarlah atasnya. Kami tidak meminta rezeki darimu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (Thaha: 132)



Seorang mukmin seharusnya senantiasa bersabar sepanjang hidupnya dan berusaha memegang teguh kesabaran ini agar ia dapat menjaga agamanya, terhindar dari syubhat (keraguan) dan syahwat (hawa nafsu), serta selamat dari fitnah hingga bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan beragama Islam. 

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (Ali Imran: 200). 

Al-Hasan Al-Basri berkata: "Mereka diperintahkan untuk bersabar atas agama mereka yang Allah ridai untuk mereka, yaitu Islam, agar mereka tidak meninggalkannya baik dalam keadaan senang maupun susah, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, hingga mereka mati dalam keadaan Muslim."



Terdapat beberapa hal yang membantu memperkuat kesabaran:


Pertama: 
Merenungkan betapa besarnya keutamaan sabar dan besarnya pahala di akhirat. 

Allah berfirman: "Sesungguhnya siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (Yusuf: 90)


Kedua: 
Merenungkan betapa beratnya azab pada Hari Kiamat bagi orang yang tidak bersabar dan mengikuti hawa nafsunya.

 Abdurrahman bin Muhammad Al-Qari berkata: "Suatu hari Ziyadah, bekas budak Ibnu Abbas, duduk bersamaku dan berkata: 'Wahai Abdullah.' Aku berkata: 'Apa yang kau inginkan?' 
Dia berkata: 'Tidak ada selain surga dan neraka.' 
Aku berkata: 'Benar, demi Allah, tidak ada selain surga dan neraka.' 
Dia berkata: 'Tidak ada tempat di antara keduanya bagi hamba-hamba Allah.' 
Maka aku berkata: 'Benar, tidak ada tempat di antara keduanya.' 
Dia berkata: 'Demi Allah, aku lebih menyayangi diriku untuk diselamatkan dari neraka, dan bersabar hari ini dari maksiat kepada Allah lebih baik daripada bersabar di bawah rantai-rantai di neraka.'"


Ketiga: 
Menguatkan rasa malu kepada Allah, bagaimana mungkin seorang hamba berani bermaksiat kepada Tuhannya yang menciptakannya, memberinya petunjuk, memuliakannya, dan memberinya nikmat yang banyak? Bagaimana mungkin ia menggunakan nikmat-nikmat Allah dalam bermaksiat kepada-Nya? 

Ibnu Qayyim berkata: "Ada dua sebab dan dua manfaat dari kesabaran terhadap maksiat: Kedua sebab itu adalah takut terhadap hukuman yang diancamkan, dan rasa malu kepada Allah. Adapun kedua manfaatnya: Memelihara iman dan menjauhi yang haram."



Keempat: 
Memohon pertolongan kepada Allah untuk bersabar. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang berusaha untuk bersabar, maka Allah akan memberikan kesabaran kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim). 

Barang siapa yang memohon pertolongan kepada Allah, maka Allah akan memudahkannya dalam menghadapi kesulitan, meringankan masalah-masalah yang dihadapinya, dan menghilangkan berbagai rintangan dari hadapannya.


Kelima: 
Berdoa kepada Allah dan meminta agar dimudahkan untuk bersabar ketika musibah datang. 

Allah berfirman: "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)." (Al-A'raf: 126). 

Adapun ketika dalam keadaan sehat dan sejahtera, berdoalah agar Allah terus memberikan perlindungan, kesehatan, dan kelapangan.


Keenam: 
Cinta kepada Allah dan takut kepada-Nya. Cinta kepada Allah akan mendorong seorang mukmin untuk bersabar dalam ketaatan, sedangkan rasa takut kepada-Nya akan membuatnya bersabar dari kemaksiatan dan musibah. 
Semakin kuat rasa cinta dan takut kepada Allah, semakin kuat pula kesabaran seseorang. 

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata: "Sungguh, sebaik-baik hamba adalah Suhaib. Jika dia tidak takut kepada Allah, dia tidak akan bermaksiat kepada-Nya." 
Seorang pecinta yang jujur akan senantiasa menyelaraskan keinginannya dengan kehendak yang dicintainya dan tidak akan menyelisihi kehendak-Nya.


Ketujuh: 
Merenungkan kesabaran para nabi dan orang-orang saleh, serta mengambil pelajaran dari mereka. 

Allah berfirman: "Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yusuf: 111).

 Hendaknya kita merenungkan kesabaran Nabi Ayyub dalam menghadapi musibah, kesabaran Nabi Yusuf dalam menghadapi godaan maksiat, dan kesabaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjalankan dakwah serta menanggung segala kesulitan dan gangguan di jalan Allah.

Kesabaran adalah hal yang agung dan membutuhkan usaha yang besar. Hanya orang-orang yang memiliki tekad kuat dan hati yang tulus kepada Allah yang mampu menjalankannya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar