CINTA KEPADA RASUL ADALAH CINTA KEPADA ALLAH
Diterbitkan pada 14 Juli 2023, pukul 10:00 oleh Ahmad Al-Faraq
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan cinta kepada Rasul-Nya sebagai bagian dari cinta kepada-Nya. Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepadanya, dan Allah memerintahkan kita untuk bersalawat kepadanya. Ya Allah, limpahkanlah salawat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad, pemimpin para rasul, pemimpin umat terdahulu dan yang akan datang, kepada istri-istrinya yang suci, ibu dari orang-orang beriman, kepada keturunannya dan keluarga yang baik, kepada para sahabatnya yang mulia, dan kepada saudara-saudaranya serta pengikutnya. Amin.
Cinta adalah Syarat Iman
Cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah kewajiban bagi setiap orang yang beriman dan mempercayainya. Cinta ini adalah bagian dari agama, dari inti agama, bukan hanya dari pinggirannya. Cinta ini adalah syarat iman dan bukti keimanan. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya, dan semua manusia."
Cinta kepada Rasulullah harus melebihi cinta kepada segala sesuatu yang dapat dicintai, karena beliau Shallallahu alaihi wa sallam adalah anugerah terbesar, rahmat yang dihadiahkan, dan pemberi syafaat.
Dalam hadits lain disebutkan :
"Tidak ada seorang pun mukmin kecuali aku adalah orang yang paling berhak terhadapnya di dunia dan akhirat, bacalah jika kalian mau: 'Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri.'"
Barang siapa yang mencintai seseorang (anak, orang tua, istri...) lebih dari cintanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihiwasallam, maka ia harus menangisi sikap dingin, kesalahannya, dan kelalaiannya, serta jaraknya dari keimanan. Belumlah iman masuk ke dalam hatinya. Dengan keimanan yang tulus, seorang mukmin yang beruntung akan menggenggam erat tali iman dan lebih mencintai Rasulullah daripada dirinya sendiri atau orang lain.
Sebagai contoh, ketika kaum Quraisy kafir mengangkat Khubaib Radhiyallahu anhu di atas kayu salib di Mekah untuk membunuhnya, mereka bertanya kepadanya :
"Apakah kamu ingin agar Muhammad menggantikan tempatmu?" Dia menjawab, "Demi Allah, aku tidak ingin Rasulullah digantikan oleh bahkan sebuah duri yang menyakiti kakinya."
Siapa pun yang berpikir bahwa ada jalan lain menuju Allah selain melalui jalan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah keluar dari agama Islam. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan barang siapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman, Kami biarkan dia dalam kesesatannya dan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
Bagaimana mungkin kita tidak mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan mengingat cintanya setiap hari? Dia adalah saksi kita di dunia dan akhirat.
Ketaatan kepada Rasulullah adalah ketaatan kepada Allah Ta'ala.
Rasulullah menjadi saksi amal perbuatan kita setiap Senin dan Kamis, bersyukur kepada Allah atas kebaikannya, dan memohon ampun kepada Allah untuk kita atas kelalaian kita.
Rasulullah adalah pembawa berita gembira, pemberi peringatan yang diutus di hadapan azab yang dahsyat, dan cahaya yang menerangi alam semesta dan hati dengan sinarnya.
Rasulullah adalah penghapus dosa yang diutus untuk menghapus dosa-dosa kita. Beliau adalah rahmat terbesar dan tali iman yang kokoh.
Rasulullah bersabda, "Aku hanyalah rahmat yang dihadiahkan."
Beliau adalah penutup para nabi yang dengan kedatangannya wahyu berakhir, yang peduli dengan penderitaan umat, yang sangat ingin agar seluruh umatnya mendapatkan petunjuk.
Rasulullah adalah berakhlak Al-Qur'an yang mulia, berakhlak agung, penyayang, dan penuh belas kasih.
Allah Ta'ala berfirman tentangnya : "Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin."
Cinta kepada Nabi adalah Cinta kepada Allah
Dalam firman Allah Ta’ala:
"Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai lebih kalian cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik" [At-Taubah: 24].
Ayat ini memisahkan antara dua kelompok manusia:
kelompok yang menunggu keputusan Allah karena mereka lebih mencintai dunia dan kenikmatannya daripada mencintai Allah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya. Mereka terjebak dalam nafsu syahwat, kekayaan, dan kekuasaan yang menghalangi mereka dari cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka hanya mengejar dunia di dunia ini. Mereka lebih mencintai persaudaraan, pernikahan, perdagangan, tempat tinggal, dan kendaraan daripada mencintai Allah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya. Mereka tidak merasakan kebahagiaan kecuali kebahagiaan yang tercela, sebagaimana firman Allah:
"Yang demikian itu karena kalian bersuka ria di bumi dengan cara yang tidak benar dan karena kalian selalu bersuka ria" [Ghafir: 75].
Contoh nyata adalah kegembiraan mereka yang duduk-duduk saat jihad, yang tertinggal dari sahabat, yang membuat alasan palsu, yang Allah berfirman tentang mereka:
"Orang-orang yang ditinggalkan itu merasa senang dengan tempat mereka duduk-duduk, berlawanan dengan Rasulullah" [At-Taubah: 81].
Mereka merasa senang karena tertinggal! Bahkan, mereka menganggapnya sebagai prestasi!!!
Kelompok yang kedua adalah kaum mukminin yang jujur yang lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.
Mereka mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati sehingga cinta ini menguasai mereka dan mengecilkan porsi dunia di hati mereka. Dunia mereka pun teratur dalam naungan akhirat mereka, dan mereka tidak mengambil dari dunia kecuali apa yang diridhai Allah bagi mereka.
Mereka bangkit dengan mengatasi rintangan dan berdakwah kepada Allah dengan penuh pengetahuan. Mereka tidak mencampur keimanan mereka dengan kezaliman, mereka sabar, saling membantu, dan berjuang, dengan panutan sempurna yaitu kekasih yang terpilih, Nabi Muhammad shallallahualaihiwasallam.
Mereka gembira kepada Allah dan dengan karunia-Nya, bukan dengan hal-hal duniawi itu sendiri. Allah berfirman:
"Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan" [Yunus: 58].
Dalam tafsir "Ad-Durr Al-Manthur", Imam As-Suyuthi menyebutkan dari Ibnu Abbas bahwa dalam tafsir ayat ini ia berkata: "Karunia Allah adalah ilmu, dan rahmat-Nya adalah Nabi Muhammad Shallallahualaihiwasallam". Inilah bentuk kegembiraan yang paling tinggi sebagaimana disebutkan oleh Sultan para ulama, Al-Izz bin Abdus Salam, rahimahullah.
Sekarang Ya Umar
Allah Ta’ala memerintahkan dalam kitab-Nya yang mulia untuk memuliakan Rasulullah Shallallahualaihiwasallam, menghormatinya, dan beradab di hadapannya.
Para sahabat diperintahkan dalam surat Al-Hujurat untuk tidak mengangkat suara mereka di atas suaranya, tidak berbicara dengan keras seperti mereka berbicara satu sama lain, dan tidak memanggilnya seperti mereka memanggil satu sama lain.
Mereka diberitahu bahwa membaiat Rasulullah adalah membaiat Allah Ta’ala, dan tangan Allah di atas tangan orang-orang yang membaiat. Maka berkumpullah bagi para sahabat faktor-faktor penghormatan, pengagungan, dan cinta sebagai perintah yang diwahyukan dari langit, dan dorongan yang menggelora dari hati. Tanpa dorongan ini, perintah surgawi dan penjelasan nabi tentang kesucian tidak akan diterima.
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Abdullah bin Hisyam, ia berkata:
“Kami bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khattab.
Maka Umar berkata kepadanya: Ya Rasulullah! Engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri!” Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidak, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri!” Maka Umar berkata: “Sekarang, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri!” Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Sekarang ya Umar!”
Cinta yang dituntut oleh iman seorang mukmin dan mukminah adalah lebih mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam daripada mencintai makhluk lainnya. Qadhi Iyadh berkata:
"Ketahuilah bahwa siapa yang mencintai sesuatu maka ia akan mengutamakannya dan ingin menyamakannya; jika tidak, maka ia tidak tulus dalam cintanya dan hanya mengaku-ngaku".
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, rahimahullah, membagi para pecinta menjadi tiga jenis: mereka yang menginginkan sesuatu dari yang dicintai, mereka yang menginginkan yang dicintai, dan mereka yang menginginkan bersama keinginan mereka terhadap yang dicintai, apa yang diinginkan oleh yang dicintai. Ini adalah puncak dari pengikut.
Tidaklah ada tanda cinta kepada Allah selain cinta kepada kekasih-Nya.
Cinta dan Pengikut
Mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bukan hanya klaim lisan, atau pembicaraan biasa, atau perasaan semu dalam hati. Diriwayatkan bahwa Dzu An-Nun Al-Mishri pernah berada di sebuah majelis yang membicarakan tentang cinta kepada Rasulullah Shallallahualaihiwasallam, ia berkata: “Diamlah agar tidak didengar oleh jiwa dan mereka mengakuinya.” Cinta adalah belajar, kerinduan, perjalanan, perjuangan, dan jihad.
Allah berfirman: "Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Ali Imran: 31].
Maka dari itu, petunjuk Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan petunjuk saudara-saudaranya dari nabi-nabi sebelumnya bukan sekadar menyampaikan risalah, meskipun penyampaian adalah salah satu rukun petunjuk. Namun, petunjuk itu juga adalah pengajaran, pengelolaan, kelembutan, dan kepemimpinan yang mengarah pada pengikut dan keimanan.
Mengikuti ini meningkatkan cinta kepada pribadi Rasulullah, dan cinta kepada Rasulullah meningkatkan cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah mewajibkan cinta kepada Rasul dan pengikut setia, serta membawa hamba ke derajat pilihan dan keberuntungan.
Maka, pengikut sejati tidak terjadi hingga hati menjadi jernih, sehingga hawa nafsu seorang mukmin sejalan dengan apa yang dibawa Rasulullah, hingga cinta menjadi murni sehingga ia mencintai Nabi lebih dari dirinya sendiri yang berada di antara kedua sisinya, hingga pelajaran menjadi nyata sehingga ia mengutamakan apa yang dicintai Rasulullah daripada yang ia inginkan, hingga dorongan menjadi lebih kuat sehingga ia bangkit menolong agama Allah di atas agama musuh-musuh-Nya.
Ketahuilah, saudaraku yang mulia, bahwa cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan mengikutinya memiliki tanda-tanda, yang di antaranya:
1. Berpegang Teguh pada Allah Ta'ala dan Mencintai-Nya:
Ini dilakukan dengan terus-menerus bertaubat, kembali kepada-Nya, berdiri di depan pintu-Nya, dan tunduk merendahkan diri di hadapan-Nya.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus" (QS. Ali Imran: 101).
Jika kamu ingin Allah menolongmu, maka tolonglah agama-Nya. Jika kamu ingin Allah mengingatmu, maka ingatlah Dia. Jika kamu ingin doa-doamu dikabulkan, maka berdoalah kepada-Nya.
2. Mengagungkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan Beradab dengan Adab Beliau, Lahir dan Batin:
Ini dilakukan dengan menjaga dan mempelajari haditsnya, memperbanyak menyebut namanya dan bershalawat kepadanya. Barang siapa mencintai sesuatu, ia akan sering menyebutnya. Begitu pula dengan kerinduan untuk bertemu dengannya, karena setiap kekasih pasti merindukan pertemuan dengan kekasihnya. Dalam sebuah hadits tentang kaum Asy'ariyyin ketika mereka datang ke Madinah, mereka bersenandung: "Besok kita akan bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, yaitu Muhammad dan para sahabatnya."
3. Membaca Al-Qur'an dengan Khusyuk dan Tadabbur:
Membaca Al-Qur'an dengan niat untuk memahami perintah Allah dan mengamalkan apa yang diperintahkan. Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu berkata:
"Seseorang tidak perlu bertanya tentang dirinya, kecuali pada Al-Qur'an. Jika ia mencintai Al-Qur'an, maka ia mencintai Allah dan Rasul-Nya."
Ini dilakukan dengan membaca, belajar, menghafal, berakhlak, dan berperilaku sesuai dengan Al-Qur'an, serta menggunakan akal untuk mengikuti petunjuk yang diturunkan, bukan mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan.
4. Berpegang Teguh pada Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Secara Keseluruhan:
Ini termasuk mengikuti seluruh sunnah Rasulullah Shallallahualaihiwasallam, baik yang mudah bagi diri maupun yang berat. Baik yang diterima oleh manusia maupun yang ditolak.
Mencontoh kesabaran, ketabahan, keteguhan, perjuangan, dan harapan untuk pertolongan dari Tuhan Yang Maha Mulia. Ini juga mencakup mencintai Ahlul Bait, para istri Nabi, para khalifah yang mendapat petunjuk, para Anshar, Muhajirin, sahabat, tabi'in, tabi'at, serta orang-orang mukmin dan mukminat.
Mendukung, menyayangi, dan mendoakan mereka. Secara keseluruhan, kita diperintahkan untuk mengambil apa yang telah diberikan Rasulullah kepada kita dan menjauhi apa yang beliau larang.
5. Mencintai Apa yang Dicintai Kekasih (Rasulullah Shallallahualaihiwasallam)
Ini berarti mencintai apa yang dicintai oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan apa yang dicintai oleh para sahabat yang mendapat petunjuk.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk setelahku, dan gigitlah dengan gigi geraham kalian" (HR. Tirmidzi).
Ibnu Hajar Rahimahullah memberikan komentar tentang hadits ini:
"Dalam hadits ini terdapat makna bahwa barangsiapa mencintai sesuatu, maka ia juga akan mencintai apa yang disukai oleh kekasihnya, dan apa yang mirip dengannya, serta apa yang berkaitan dengannya."
Oleh karena itu, dikatakan: "Tanda paling tulus dari Ahli Allah adalah kecintaan mereka dalam meniru kekasih dalam sunnahnya yang sempurna."
Sebaliknya, mereka juga menghindari apa yang dibenci oleh Rasulullah Shallallahualaihiwasallam.
Allah Ta'ala berfirman:
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya" (QS. Al-Mujadilah: 22).
6. Berada Bersama Orang-Orang yang Jujur
Allah Ta'ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur" (QS. At-Taubah: 119).
Maksudnya adalah orang-orang yang jujur dalam keimanan dan keyakinan, para pendahulu dalam kebaikan, para ulama rabbani, dan mereka yang banyak mengingat Allah, serta yang memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran.
Dari merekalah, dan bersama mereka, kita belajar arti cinta, kerinduan, dan mengikuti Rasulullah Shallallahualaihiwasallam. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam diperintahkan untuk bersabar bersama mereka.
Pada hari kiamat nanti, Allah Ta'ala berfirman:
"Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini Aku naungi mereka dalam naungan-Ku, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku" (HR. Muslim).
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:
"Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah" (HR. Ahmad).
7. Menyampaikan Ajaran Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
Ini dilakukan dengan mengamalkan wasiat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang abadi:
"Sampaikan dariku walaupun satu ayat" (HR. Bukhari).
Maksudnya adalah menyampaikan seluruh ajaran agama dan menjelaskannya, serta jangan menyembunyikan apa pun darinya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Sampaikanlah ajaran ini kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya" (QS. Ali Imran: 187).
Sampaikanlah kabar besar ini kepada manusia. Dalam menyampaikan dakwah, hendaknya kita mengedepankan kelembutan dan kasih sayang, mencintai orang-orang beriman kepada Allah, dan membuat mereka mencintai Allah, serta bersikap lembut kepada umat dan berusaha untuk kepentingan mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat: "Apakah aku telah menyampaikan?" Mereka menjawab: "Ya."
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata: "Ya Allah, saksikanlah."
Kemudian beliau bersabda: "Hendaklah yang hadir di antara kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir" (HR. Bukhari dan Muslim).
Penutup
Ya Allah, karuniakanlah kami cinta kepada-Mu, cinta kepada Nabi-Mu, dan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu dan yang cinta mereka bermanfaat bagi kami di sisi-Mu. Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang merayakan Nabi-Mu di dunia dan akhirat. Termasuk mereka yang Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentang mereka: "Orang-orang yang paling mencintaiku dari umatku adalah mereka yang datang setelahku, salah satu dari mereka rela melihatku meski harus mengorbankan keluarga dan hartanya" (HR. Muslim). Amin.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam sebanyak-banyaknya kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, beserta keluarganya, sahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti petunjuknya. Beliau adalah kekasih yang diridhoi, pilihan yang terpilih, yang ketaatannya merupakan ketaatan kepada-Mu, dan yang berpaling darinya adalah kekufuran, baiat kepadanya adalah baiat kepada-Mu, dan mencintainya adalah cinta kepada-Mu. Beliau adalah hamba-Mu, Nabi-Mu, Rasul-Mu, dan pilihan-Mu dari makhluk-Mu, tali yang kuat yang menghubungkan kitab-Mu yang Engkau turunkan, tali yang membentang antara Engkau dan para kekasih-Mu, orang-orang yang Engkau pilih, serta wali-wali-Mu. Beliau adalah sandaran yang berkesinambungan. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhuma:
"Cintailah Allah atas nikmat yang Dia berikan kepada kalian, dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena cintaku" (HR. Tirmidzi).
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar