Rabu, 04 September 2024

KEWAJIBAN MENCINTAI RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

KEWAJIBAN MENCINTAI RASULULLAH ﷺ



Alhamdulillah, Was Sholatu was Salamu ala Rosulillah, wa ba'du;


Cinta kepada Nabi ﷺ adalah salah satu kewajiban terbesar dalam agama. Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik" (At-Taubah: 24).


Artinya, katakanlah -wahai Muhammad- kepada orang-orang yang enggan berhijrah ke negeri Islam: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, seluruh kerabatmu, harta yang kamu peroleh, dan yang kamu usahakan dengan susah payah, perniagaan yang kamu khawatirkan -jika kamu berhijrah- tidak akan laku atau merugi, atau rumah-rumah yang kamu cintai untuk ditinggali, sehingga kamu tidak ingin meninggalkannya, jika hal-hal tersebut lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta jihad untuk meninggikan kalimat-Nya, maka tunggulah -wahai orang-orang yang enggan berhijrah dan berjihad- hingga Allah mendatangkan hukuman-Nya kepadamu, baik segera maupun nanti. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasik yang memilih sesuatu dari hal-hal tersebut daripada mencintai Allah Ta'ala.


Dalam firman-Nya: "Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik," terdapat ancaman bagi siapa saja yang mendahulukan cinta kepada sesuatu daripada cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Ancaman ini hanya berlaku atas kewajiban yang harus dipenuhi. Dan hubungan antara cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasul-Nya dalam firman-Nya: "lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya," menunjukkan bahwa cinta kepada Allah tidak akan sempurna kecuali dengan mencintai apa yang dicintai-Nya, dan membenci apa yang dibenci-Nya.

 Tidak ada cara untuk mengetahui apa yang dicintai dan dibenci oleh Allah kecuali melalui Nabi-Nya yang menyampaikan apa yang dicintai dan dibenci oleh-Nya.

 Oleh karena itu, cinta kepada Allah memerlukan cinta kepada Rasul-Nya, pembenaran terhadapnya, dan mengikutinya ﷺ.


Qadi Iyad berkata: "Allah Ta'ala berfirman: 'Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan' (At-Taubah: 24). 

Ayat ini cukup sebagai dorongan, peringatan, petunjuk, dan hujah yang menunjukkan kewajiban mencintai Nabi, keharusan melaksanakannya, betapa pentingnya kewajiban tersebut, dan hak Nabi ﷺ untuk dicintai.

 Karena Allah Ta'ala telah memperingatkan siapa pun yang lebih mencintai harta, keluarga, dan anak-anak mereka daripada Allah dan Rasul-Nya, dan mengancam mereka dengan firman-Nya: 'Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Kemudian Allah menyebut mereka sebagai orang-orang fasik di akhir ayat tersebut, dan memberitahukan bahwa mereka termasuk orang-orang yang tersesat dan tidak mendapat petunjuk dari Allah."


Ibnul Qayyim berkata: "Setiap cinta dan penghormatan kepada manusia hanya boleh dilakukan jika mengikuti cinta dan penghormatan kepada Allah, seperti cinta kepada Rasul-Nya dan menghormatinya. Cinta kepada Rasulullah ﷺ adalah bagian dari cinta kepada Allah dan penghormatan kepada-Nya. Umat Rasulullah ﷺ mencintainya karena cinta mereka kepada Allah dan menghormati serta memuliakannya karena penghormatan Allah kepadanya. Maka cinta kepada Rasulullah ﷺ adalah cinta kepada Allah, dan merupakan konsekuensi dari cinta kepada Allah."


Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda: "Ada tiga hal yang jika ada pada seseorang, dia akan merasakan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain..." (HR. Bukhari dan Muslim).


Manusia terbagi dalam tiga kelompok dalam mencintai Nabi ﷺ:

1. Orang-orang yang berlebihan.

2. Orang-orang yang meremehkan.

3. Orang-orang yang berada di tengah-tengah antara berlebihan dan meremehkan.



Golongan pertama adalah orang-orang yang berlebihan dalam mencintai Nabi ﷺ dengan cara mengada-adakan hal-hal yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Salah satu hal tersebut adalah mereka berlebihan dalam memuji Nabi ﷺ, sampai menganggapnya memiliki sifat-sifat yang hanya layak dimiliki oleh Allah Ta'ala. Mereka juga melakukan sebagian bentuk ibadah kepadanya, seperti berdoa, bertawassul, bersumpah dengan nama Nabi, menyentuh-nyentuh makamnya, dan hal-hal lain yang bersifat syirik atau bid’ah yang mereka lakukan atas nama cinta kepada Rasul ﷺ. Padahal, Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mensyariatkan hal tersebut, dan para sahabat yang dikenal sangat menghormati dan mencintai Rasulullah ﷺ tidak pernah melakukannya. Hal-hal ini telah diperingatkan oleh syariat agar tidak dilakukan, dan golongan ini termasuk golongan yang paling durhaka kepada Nabi ﷺ dalam hal peringatan terhadap syirik dan bid’ah.


Wajib dibedakan antara hak-hak yang khusus milik Allah saja, hak-hak yang milik Allah dan Rasul-Nya, serta hak-hak yang khusus milik Rasul ﷺ. Allah telah membedakan hal ini dalam firman-Nya: "Agar kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (Al-Fath: 9). Menguatkan dan membesarkan adalah hak Rasul, sementara bertasbih di pagi dan petang adalah hak Allah.


Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (An-Nur: 52). Jadi, ketaatan adalah untuk Allah dan Rasul-Nya, sementara rasa takut dan takwa hanya untuk Allah semata.



Ibnu Baz berkata: "Cinta kepada Nabi ﷺ tidak dilakukan dengan bid'ah, melainkan dengan mengikuti jalannya, menjalankan perintahnya, meninggalkan larangannya, dan bersalawat serta mengucapkan salam kepadanya setiap kali namanya disebut, kapan saja. Adapun mengada-adakan bid'ah adalah sesuatu yang membuatnya marah, dan merupakan sesuatu yang dilarang serta diingkari oleh Nabi ﷺ.

 Ini juga sesuatu yang membuat Allah marah. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingkari para pelaku bid'ah, sebagaimana firman-Nya: 'Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?' (Asy-Syura: 21).


 Maka wajib bagi setiap Muslim untuk mengikuti (syariat) dan tidak membuat hal-hal baru. Mereka harus mengikuti syariat, itu sudah cukup, alhamdulillah. Adapun berbuat bid'ah adalah keburukan dan bencana.

 Agama ini sudah sempurna, alhamdulillah, sehingga tidak boleh bagi siapa pun untuk mengada-adakan sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah. 

Tidak boleh merayakan maulid atau lainnya, termasuk membangun bangunan di atas kuburan, menjadikan kuburan sebagai masjid, ini semua adalah bid'ah dan merupakan salah satu sarana menuju syirik. Demikian juga mengapur kuburan, membangun kubah di atasnya, atau menutupinya dengan tirai, ini juga bid'ah dan termasuk sebab-sebab serta sarana menuju syirik. 

Oleh karena itu, wajib bagi kaum Muslimin untuk menjauhi bid'ah, agar tidak bertentangan dengan Nabi mereka ﷺ dan agar mereka mengikuti apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangnya."



Ibnu Utsaimin berkata: "Kita harus mengetahui bahwa mencintai dan menghormati Nabi ﷺ tidak dilakukan dengan berlebihan. Sebaliknya, orang yang berlebihan dalam memuliakan Nabi ﷺ sebenarnya tidak memuliakan Nabi ﷺ karena Nabi ﷺ melarang tindakan berlebihan dalam menghormatinya. Jika seseorang berlebihan dalam menghormati Nabi ﷺ, maka dia telah mendurhakai Nabi ﷺ. Apakah orang yang mendurhakai seseorang bisa dikatakan menghormatinya? Oleh karena itu, kita harus berhati-hati agar tidak berlebihan dalam memuliakan Nabi ﷺ seperti yang dilakukan oleh Ahli Kitab terhadap para nabi mereka. Kita mengatakan bahwa Muhammad ﷺ adalah hamba yang tidak disembah, dan rasul yang tidak didustakan."


Adapun kelompok kedua adalah mereka yang lalai dalam memenuhi kewajiban mencintai Nabi ﷺ. Mereka adalah orang-orang yang tidak memperhatikan hak Nabi ﷺ untuk didahulukan cintanya di atas cinta kepada diri sendiri, keluarga, dan harta benda. Mereka juga tidak memperhatikan hak-hak lain yang wajib bagi Nabi ﷺ, seperti menghormati, memuliakan, menjunjung tinggi, menaati, mengikuti sunnahnya, dan bersalawat serta mengucapkan salam kepadanya, serta hak-hak besar lainnya yang wajib dipenuhi untuknya. Penyebab kelalaian ini bisa disebabkan oleh salah satu atau semua hal berikut:


1. Mengabaikan sunnahnya ﷺ dan tidak mengikuti syariatnya karena dosa atau mendahulukan hawa nafsu daripada petunjuk.


2. Keyakinan bahwa sekadar mengakui Nabi ﷺ sudah cukup untuk mencapai keimanan, tanpa perlu mengikuti petunjuk dan ajarannya.


3- Kebodohan tentang hak-hak yang wajib bagi Nabi ﷺ, termasuk cinta kepada beliau ﷺ.


Asy-Syinqithi berkata: "Firman-Nya, 'Katakanlah, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian' (Ali Imran: 31). 


Allah menegaskan dalam ayat yang mulia ini bahwa mengikuti Nabi-Nya adalah sebab bagi cinta Allah Yang Maha Tinggi kepada orang yang mengikuti tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Rasul-Nya ﷺ adalah sama dengan ketaatan kepada Allah Ta'ala. Allah menjelaskan hal ini dalam firman-Nya, 'Barang siapa menaati Rasul, maka sungguh ia telah menaati Allah' (An-Nisa: 80).


 Dan dalam firman-Nya, 'Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah' (Al-Hasyr: 7). 


Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa tanda cinta yang benar kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ adalah dengan mengikuti beliau ﷺ. Maka, siapa yang menyelisihinya dan mengaku mencintainya, dia adalah pendusta dan pembohong. Jika dia mencintainya, dia pasti akan menaatinya. Hal ini juga diketahui oleh orang awam bahwa cinta selalu membawa kepada ketaatan, sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang penyair:


'Jika cintamu tulus, niscaya engkau akan menaatinya, karena sesungguhnya pecinta itu patuh kepada yang dicintainya.'"


Adapun kelompok ketiga adalah mereka yang berada di tengah-tengah antara kedua kelompok sebelumnya; yaitu kelompok yang berlebihan dan kelompok yang meremehkan.


Mereka adalah salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in, serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka. Mereka meyakini kewajiban mencintai Nabi ﷺ sebagai suatu keharusan, dan mereka melaksanakan tuntutannya dengan keyakinan, ucapan, dan perbuatan tanpa berlebihan atau meremehkan. 

Mereka beriman dan membenarkan kenabian dan risalah beliau ﷺ, serta apa yang datang dari Rabb mereka عزَّ وجَلَّ. Mereka melaksanakan apa yang diwajibkan kepada mereka sesuai kemampuan mereka dalam menaati beliau ﷺ, tunduk kepada perintahnya, meneladani sunnahnya, dan melaksanakan hak-hak yang Allah سبحانه وتعالى perintahkan yang lebih dari sekadar membenarkan kenabian beliau ﷺ dan apa yang termasuk dalam tuntutan risalahnya.


Di antara hal tersebut adalah melaksanakan perintah Allah سبحانه وتعالى untuk bersalawat dan mengucapkan salam kepada beliau ﷺ.


Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya" (Al-Ahzab: 56).


Termasuk juga dalam hal ini adalah berbicara kepadanya dengan cara yang pantas.


Allah سبحانه وتعالى berfirman: "Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain" (An-Nur: 63).


Termasuk juga larangan mendahului beliau dalam berbicara sampai beliau mengizinkan, larangan mengangkat suara di atas suaranya, serta larangan berbicara keras kepadanya seperti berbicara keras kepada orang lain.


Allah عزَّ وجَلَّ berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian di atas suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian kepada sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadari. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Mereka mendapat ampunan dan pahala yang besar" (Al-Hujurat: 1-3).


Di antara cinta kepada beliau ﷺ adalah mempelajari sunnahnya, memahami makna perkataannya, dan menyibukkan diri dengan mempelajari sirah dan akhlaknya, serta tanda-tanda kenabiannya, dengan tujuan meneladani sifat-sifatnya yang mulia, tindakan dan perkataan yang baik, memperdalam keimanan terhadap kebenaran kenabiannya, serta meningkatkan cinta dan penghormatan kepadanya. 


Salaf sangat memperhatikan hal ini, sehingga mereka menulis kitab-kitab yang menjelaskan aspek-aspek tersebut, seperti kitab-kitab syamail yang memperhatikan penjelasan tentang sifat-sifat dan keadaan beliau ﷺ dalam ibadahnya, akhlaknya, bimbingannya, dan muamalatnya; seperti kitab "Syamail" karya At-Tirmidzi, dan kitab "Syamail" karya Ibnu Katsir.

 Juga kitab-kitab yang membahas tentang tanda-tanda kenabian beliau ﷺ, seperti kitab "Dalail An-Nubuwwah" karya Abu Nu’aim Al-Ashbahani, dan kitab "Dalail An-Nubuwwah" karya Al-Baihaqi. Serta kitab-kitab yang membahas tentang kehidupan beliau, pengutusan sebagai nabi, peristiwa-peristiwa sebelum hijrah dan sesudahnya, dakwah, peperangan, serta urusan-urusan lainnya, seperti "As-Sirah An-Nabawiyyah" karya Ibnu Hisyam, dan "As-Sirah An-Nabawiyyah" karya Ibnu Katsir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar