Kewajiban Cinta kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihiwa sallam
Alhamdulillah, Was Sholatu was Salamu ala Rosulillah, wa ba'du;
Setiap orang dari kita mengaku bahwa ia mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menghormatinya, mengagungkannya, meneladani jejaknya, dan menggambarkan hidupnya sebagai sirah nabawiyah yang lengkap; namun jika kita menyeimbangkan antara ucapannya dan perbuatannya, kita akan menemukan jarak yang sangat jauh di antara keduanya. Ia memilih untuk dirinya sendiri metodologi duniawi dan hukum buatan, meninggalkan sunnah Rasulullah Shallallahualaihiwasallam, petunjuknya, dan teladannya, serta membuangnya di belakang punggungnya.
Perilaku tragis ini membatalkan klaimnya bahwa ia menghormati Pemimpin umat manusia dan meneladani sirahnya dalam semua ucapannya dan perbuatannya. Cinta yang tulus memiliki tuntutan, cinta yang tulus memiliki syarat-syarat. Barangsiapa mematuhinya dan menerapkannya dalam hidupnya, maka ia adalah pecinta yang benar-benar tulus.
Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair: Barangsiapa mengaku mencintai Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tetapi tidak mengambil manfaat dari petunjuknya, maka ucapannya hanyalah kebodohan dan kesia-siaan.
Dan sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi'i:
Engkau bermaksiat kepada Allah namun mengaku mencintai-Nya, ini sungguh sesuatu yang menakjubkan dalam logika.
Jika cintamu benar, engkau pasti menaati-Nya, karena sesungguhnya yang mencintai akan menaati yang dicintainya.
Barangsiapa mencintai sesuatu, ia akan mengutamakan kesesuaiannya. Jika tidak, maka ia tidaklah tulus dalam cintanya dan hanyalah seorang pengaku saja.
Pecinta yang tulus kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang tampak tanda-tanda cinta itu padanya. Ulama umat telah berbicara tentang tanda-tanda cinta tersebut.
Qadhi Iyadh berkata: "Di antara tanda cintanya adalah membela sunnahnya, membela syariatnya, dan berkeinginan untuk hadir di kehidupannya sehingga ia mengorbankan diri dan hartanya demi beliau."
Hafizh Ibn Hajar berkata: "Di antara tanda cinta tersebut adalah bahwa seseorang jika diberi pilihan antara kehilangan salah satu tujuannya atau kehilangan kesempatan melihat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam jika mungkin, maka kehilangan kesempatan melihat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam jika mungkin lebih berat baginya daripada kehilangan tujuannya. Maka ia telah memiliki cinta yang disebutkan. Jika tidak, maka tidak. Tidak hanya dalam wujud dan kehilangan, tetapi juga dalam membela sunnahnya, membela syariatnya, dan menegakkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar."
Pertama:
Mengharuskan Cintanya Shallallahu alaihi wa sallam
Di antara tuntutan cinta kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah bahwa cintanya harus lebih besar daripada cinta kepada anak-anaknya, hartanya, dan seluruh dunia.
Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: 'Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah: 24)
Ayat ini cukup sebagai dalil dan bukti akan kewajiban mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan memprioritaskan cintanya lebih dari segala sesuatu di dunia, jika tidak maka Allah mengancam mereka dengan firman-Nya:
"Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."
Allah menyebut mereka sebagai orang yang telah menyimpang dari jalan hidayah dan menempuh jalan kesesatan.
Ada juga hadits-hadits lain yang menunjukkan keharusan mencintai Rasulullah Shallallahualaihiwasallam.
Dari Anas Radhiyallahuanhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak beriman salah seorang di antara kamu hingga aku lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia." (HR. Bukhari: 15)
Dari Zohrah bin Ma'bad dari kakeknya, ia berkata: "Kami bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khattab Radhiyallahuanhu. Umar berkata: 'Demi Allah, engkau ya Rasulullah lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri.'
Nabi Shallallahu alaihi wa bersabda: 'Tidak beriman salah seorang di antara kamu hingga aku lebih ia cintai daripada dirinya sendiri.' Umar berkata: 'Demi Allah, sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.' Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 'Sekarang wahai Umar.' (HR. Ahmad: 18076)
Kedua:
Meneladani beliau, mengamalkan sunnahnya, mengikuti ucapannya dan perbuatannya, mematuhi perintahnya, menjauhi larangannya, serta beradab dengan adabnya dalam suka maupun duka.
Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu.'" (QS. Ali Imran: 31)
Pecinta harus menelusuri jejaknya Shallallahualaihiwasallam, mengikuti petunjuknya, mengutamakan apa yang beliau syariatkan, mendorong kepada kebaikan, dan mengutamakannya di atas hawa nafsu dan keinginan diri sendiri.
Ketiga:
Keharusan Menaati Beliau Shallallahu alaihi wa sallam
Allah Ta'ala menjadikan ketaatan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai ketaatan kepada-Nya dan menjanjikan pahala besar dan ganjaran yang melimpah bagi yang taat kepada beliau, serta mengancam dengan hukuman buruk bagi yang menentangnya.
Allah Ta'ala berfirman: "Barangsiapa menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah." (QS. An-Nisa: 80)
Dalam kitab-Nya yang mulia, Allah Ta'ala berfirman: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7)
Al-Samarqandi mengatakan tentang itu: "Taatilah Allah dalam kewajiban-Nya dan Rasul dalam sunnahnya." Dia juga berkata: "Taatilah Allah dalam apa yang diharamkan-Nya atas kamu, dan Rasul dalam apa yang disampaikannya kepadamu."
Dan dikatakan: "Taatilah Allah dengan bersaksi atas ketuhanan-Nya dan Nabi dengan bersaksi atas kenabiannya." Kami menyajikan di sini beberapa hadits tentang keharusan menaati beliau.
Disebutkan dalam hadits:
Dari Abu Musa, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Perumpamaan diriku dan apa yang Allah utus aku dengannya seperti seorang lelaki yang datang kepada suatu kaum dan berkata: 'Wahai kaumku, aku telah melihat pasukan dengan mataku, dan aku adalah pemberi peringatan yang telanjang, maka larilah!' Maka sekelompok dari kaum itu menaatinya dan mereka pergi dengan segera sehingga mereka selamat. Dan sebagian lainnya mendustakannya, maka mereka tetap di tempat mereka, dan pasukan itu mendatangi mereka di pagi hari, membinasakan mereka dan menghancurkan mereka. Demikianlah perumpamaan orang yang menaatiku dan mengikuti apa yang aku bawa serta perumpamaan orang yang mendustakanku dan menolak apa yang aku bawa dari kebenaran." (HR. Bukhari: 6854)
Dalam hadits lain: "Seperti seorang lelaki yang membangun sebuah rumah, mengadakan jamuan di dalamnya, dan mengirimkan seorang pengundang. Maka barangsiapa yang menjawab undangan itu masuk ke rumah tersebut dan makan dari jamuan itu. Dan barangsiapa yang tidak menjawab undangan itu, tidak masuk ke rumah tersebut, dan tidak makan dari jamuan itu. Rumah itu adalah surga, pengundang itu adalah Muhammad Shallallahualaihiwasallam, maka barangsiapa yang menaati Muhammad Shallallahualaihiwasallam, berarti ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang menentang Muhammad Shallallahualaihiwasallam, berarti ia telah menentang Allah, dan Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam telah memisahkan antara manusia." (HR. Bukhari: 6852)
Keempat:
Keharusan Mengikuti dan Mematuhi Sunnahnya serta Meneladani Petunjuknya
Di antara tuntutan cinta kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah kewajiban mengikuti beliau, mematuhi perintahnya, meneladani petunjuknya dalam segala urusan, karena yang mencintai akan menaati yang dicintainya dan berusaha melakukan apa yang disukainya serta menghindari apa yang tidak disukainya.
Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.'" (QS. Ali Imran: 31)
Artinya, Allah akan mengampuni dosa-dosamu jika kamu mengikutinya dan mengutamakannya di atas hawa nafsu dan kecenderungan jiwa kamu.
Allah berfirman di tempat lain: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa: 65)
Barangsiapa yang mengaku mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam namun tidak mengikutinya, ia bukanlah pecinta yang sejati.
Sebagaimana dinyatakan dalam hadits: "Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan." Mereka bertanya: "Siapakah yang enggan itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Barangsiapa yang menaatiku, ia akan masuk surga, dan barangsiapa yang menentangku, ia telah enggan." (HR. Bukhari: 7280)
Kelima:
Menghormati, Memuliakan, dan Mengagungkan Beliau Shallallahu alaihi wa sallam
Di antara tuntutan cinta kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah menghormatinya, memuliakannya, dan mengagungkannya sebagaimana Allah Ta'ala memuliakannya dan memerintahkan kita untuk memuliakannya.
Allah berfirman: "Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-A'raf: 157)
Juga, Allah berfirman: "Sesungguhnya Kami telah mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira, dan pemberi peringatan, agar kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan agama-Nya, mengagungkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Fath: 8-9)
Mengagungkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah bagian dari ibadah kepada Allah, dan tidak ada keimanan yang sempurna tanpa adanya penghormatan dan pengagungan terhadap beliau. Diriwayatkan dari Al-Bara bin Azib Radhiyallahuanhu, ia berkata: "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih tampan dari Rasulullah Shallallahualaihiwasallam. Rambutnya mencapai bahunya. Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih tampan darinya." (HR. Bukhari: 3554)
Keenam:
Mencintai Keluarga dan Sahabat Beliau Shallallahu alaihi wa sallam
Termasuk tanda cinta kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah mencintai keluarganya dan sahabat-sahabatnya, karena mereka adalah orang-orang yang paling dekat dan paling dicintai oleh beliau.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Cintailah Allah karena nikmat yang Dia berikan kepadamu, dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena cintamu kepadaku." (HR. Tirmidzi: 3789)
Cinta kepada keluarga Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah bagian dari cinta kepada Nabi sendiri.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Cintailah Allah karena nikmat yang Dia berikan kepadamu, dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena cintamu kepadaku." (HR. Tirmidzi: 3789)
Begitu juga, mencintai sahabat-sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah tanda cinta kepada Nabi Shallallahualaihiwasallam.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku, karena demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, tidak akan mencapai satu mud atau separuhnya dari infak mereka." (HR. Bukhari: 3673)
Demikianlah, mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah sebuah kewajiban yang harus ditunjukkan dengan perbuatan nyata. Cinta yang sejati kepada beliau mengharuskan kita untuk menaati perintahnya, menjauhi larangannya, meneladani perilakunya, menghidupkan sunnahnya, menghormati dan mengagungkannya, serta mencintai keluarganya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya dengan cara inilah kita dapat menjadi pecinta sejati dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan mendapatkan keberkahan serta syafaat beliau di hari kiamat nanti.
Semoga Allah Ta'ala memberikan kita taufik untuk mencintai, menaati, dan meneladani Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dengan sebaik-baiknya. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar