Senin, 30 September 2024

KEMENANGAN BAGI ORANG MUKMIN



GAMBARAN KEMENANGAN BAGI PARA MUKMIN DALAM SURAH GHAFIR



Penulis: Ibrahim Labib

Allah -Yang Maha Agung- telah menjanjikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kemenangan dan penguasaan dalam Kitab-Nya yang mulia. Salah satu surah yang penuh dengan janji kemenangan adalah Surah Ghafir. 

Artikel ini akan menyoroti apa yang terkandung dalam konteks ini dalam surah ini secara khusus, serta pentingnya pemahaman mengenai hal tersebut dalam realitas kita, dan menguraikan beberapa permasalahan terkait dengan konsep janji ini.

Segala puji bagi Allah yang telah mewajibkan atas diri-Nya yang mulia -sebagai sebuah anugerah dan kemurahan- untuk menolong hamba-hamba-Nya yang beriman; sebagaimana firmannya yang benar:

 {وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}
[Ar-Rum: 47].

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita dan kekasih kita Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam- yang dipenuhi dengan kemenangan dan penguasaan oleh Allah; di mana Dia menurunkan wahyu-Nya di akhir usia beliau:

 {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ * وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا * فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا}
[An-Nasr: 1-3].

Adapun setelah itu, banyak sekali ayat dalam Al-Qur'an dan sunah Nabi terakhir yang menjanjikan kemenangan dan penguasaan bagi hamba-hamba Allah yang beriman. 

Surah Ghafir mencakup beberapa gambaran mengenai kemenangan dan penguasaan tersebut, dan kami ingin menyoroti gambaran-gambaran ini untuk pentingnya pemahaman akan hakikat kemenangan Allah dan janji-Nya kepada para nabi dan rasul serta para pengikut mereka yang baik hingga hari kiamat; agar setiap mukmin dapat memahami keadaan mereka. 
Allah benar-benar berbicara kebenaran dan Dia memberi petunjuk jalan yang benar.

Artikel ini akan memberikan pengantar untuk menyoroti secara umum gagasan tentang janji-janji kemenangan dan penguasaan serta pentingnya dalam kehidupan kita saat ini, serta menguraikan beberapa permasalahan dalam pemahaman hal tersebut, serta alasan pemilihan Surah Ghafir untuk menelaah gambaran-gambaran kemenangan dan penguasaan dari surah ini.

Pengantar:

Ayat-ayat yang menjanjikan Allah kepada para mukmin tentang kemenangan dan penguasaan dalam Al-Qur'an sangat banyak.
 Tidak mungkin untuk menyebutkan semuanya di sini, sehingga kami cukup menyebutkan sebagian. Di antaranya adalah firman-Nya: 

{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ}
[Ghafir: 51], 

dan firman-Nya:

 {كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ}[Al-Mujadila: 21], 

serta firman-Nya:

 {وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ * إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ * وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ}
[As-Saffat: 171-173].

Janji Allah bukan hanya terbatas pada kemenangan atas musuh, tetapi juga mencakup janji untuk menguasai di bumi dan penguasaan. 

Allah telah menjanjikan hamba-hamba-Nya yang beriman -dan janji-Nya adalah kebenaran- dalam Al-Qur'an, sebagaimana firman-Nya:

 {وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا}
[An-Nur: 55].



Namun, di sini terdapat masalah yang muncul di kalangan banyak orang, yaitu: 
di mana kemenangan itu sementara kita melihat banyak mukmin yang disakiti, dianiaya, dan bahkan mungkin dibunuh di berbagai tempat dan waktu?

Jawaban atas pertanyaan ini perlu diawali dengan suatu kebenaran iman yang harus tertanam dalam hati setiap mukmin, yaitu bahwa Al-Qur'an ini adalah kalam Allah, dan merupakan kitab yang mulia yang tidak akan didekati oleh kebatilan, baik dari depan maupun belakang. 

Mukmin harus yakin bahwa janji Allah adalah benar dan bahwa Dia tidak akan mengingkari janji-Nya. 
Mereka harus memiliki keyakinan yang mantap dan percaya sepenuhnya. Ketika mukmin melihat kenyataan di lapangan bertentangan dengan apa yang dijanjikan Allah dalam kitab-Nya, mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali dua hal:

Pertama: 
Mereka harus menganggap diri mereka sendiri telah melakukan kesalahan dalam memenuhi syarat kemenangan, dan bahwa keadaan mereka saat ini tidak memenuhi syarat untuk memenuhi janji Allah. Sebab, Allah menjanjikan kemenangan bagi mereka yang layak, bagi siapa yang memenuhi syarat tersebut. 

Dia berfirman: 

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ}
[Muhammad: 7].

Ini adalah sikap para mukmin awal.
 Jika kemenangan terlambat bagi mereka, mereka akan introspeksi diri, mencari dosa dan kekurangan, karena keyakinan mereka bahwa janji Allah tidak akan pernah gagal. Jika mereka tidak berhasil, mungkin itu disebabkan oleh dosa-dosa mereka. 

{أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
[Ali Imran: 165].


Kedua: 
Mungkin mereka tidak memahami ucapan Tuhan Semesta Alam dalam janji-janji-Nya tentang penguasaan, yang disebabkan oleh dua hal:

1. Kurangnya pemahaman tentang sunnah Ilahi dalam mencapai kemenangan. 
Allah -Yang Maha Agung- tidak memberikan kekuasaan kepada hamba-hamba-Nya di bumi kecuali setelah mereka diuji. 
Kita memiliki teladan yang baik dalam sejarah Nabi Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, yang pada masa Mekkah bersama sahabat-sahabatnya berada dalam kondisi yang lemah, kemudian Allah memberikan kekuasaan kepada mereka setelah hijrah hingga wafatnya -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-. 

Oleh karena itu, ketika Imam Syafi'i -rahimahullah- ditanya, mana yang lebih baik bagi seorang pria, apakah dia diberi kekuasaan atau diuji? 
Ia menjawab: “Tidak mungkin dia diberi kekuasaan sampai dia diuji.”


2. Kurangnya pemahaman tentang hakikat kemenangan dan membawanya pada satu gambaran mental saja. 
Dalam artikel ini -Insya Allah- akan dijelaskan bahwa kemenangan Allah -Yang Maha Agung- bagi para mukmin memiliki banyak gambaran selain yang langsung terlintas dalam pikiran.


Mengapa Memilih Surah Ghafir?

Al-Qur'an dipenuhi dengan janji-janji Allah tentang kemenangan bagi para mukmin, seperti yang telah disebutkan. Namun, kami memilih Surah Ghafir sebagai subjek studi karena keistimewaannya dalam menggambarkan pertarungan antara hak dan batil, iman dan kekufuran, serta bagaimana surah ini menunjukkan kepada kita bahwa kekuasaan orang-orang yang batil di bumi dan dominasi mereka pada akhirnya akan berujung pada kerugian dan kebinasaan, betapapun kuatnya mereka dan berapa lama pun waktu yang berlalu.

Pada awal ayat-ayat surah ini, kita menemukan bahwa ia menjelaskan keadaan orang-orang yang batil: 

{مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللَّهِ إِلَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَا يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلَادِ}
[Ghafir: 5].

Dan pada akhir surah, ayat terakhir, bahkan kalimat terakhir dari ayat dan surah ini adalah: 

{وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَافِرُونَ}
[Ghafir: 85].

Ini jelas merupakan penegasan bahwa pada akhirnya, kemenangan pasti akan berpihak kepada orang-orang yang hak, yaitu para rasul dan pengikut mereka, sebagaimana dinyatakan dalam ayat: 

{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ}
[Ghafir: 51].

Gambaran Kemenangan Allah bagi Para Mukmin dalam Surah Ghafir:

Surah ini dibuka dengan dua nama agung dari nama-nama Allah:

 {حم * تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
[Ghafir: 1-2].

Surah ini dimulai dengan penegasan bahwa segala kemuliaan adalah milik Allah semata; dan salah satu konsekuensi dari nama ini adalah bahwa Allah akan memberikan kemuliaan ini kepada siapa saja yang beriman kepada-Nya dan mengikuti keridhaan-Nya: 

{وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ}
[Al-Munafiqun: 8].

Kemuliaan adalah tema utama surah ini, yang mendorong kita untuk mencari tanda-tanda dan manifestasi kemuliaan Allah dalam surah ini, di antaranya adalah kemenangan Allah -Yang Maha Agung- bagi para mukmin: 

{وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ}
[Ali Imran: 126].



Beberapa gambaran kemenangan Allah bagi para mukmin dalam Surah Ghafir adalah:


1. Pertolongan dengan Kemenangan dan Kekuatan serta Kehancuran bagi Orang-Orang Zalim:

Sudah diketahui apa yang terjadi pada Firaun dan pasukannya berupa tenggelam dan kehancuran, serta penyelamatan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman, dan pemberian kekuasaan kepada mereka di bumi setelah sebelumnya mereka ditindas:

 "Dan Kami wariskan kepada kaum yang telah ditindas itu bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. Telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik (sebagai janji) kepada Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang dibuat oleh Firaun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun" (Al-A'raf: 137).

Dan kehancuran bagi orang-orang zalim seperti Firaun dan pasukannya juga ditegaskan dalam firman Allah di Surat Ghafir:

"Maka Allah melindunginya dari kejahatan tipu daya mereka, sedangkan kepada pengikut-pengikut Firaun ditimpakan azab yang buruk. Kepada mereka diperlihatkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari ketika Kiamat terjadi (Dikatakan kepada malaikat): 'Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang paling berat'" (Ghafir: 45-46).

Maka, Al-Qur'an tidak hanya menyebutkan kehancuran mereka di dunia, tetapi juga menyebutkan azab mereka di alam barzakh dan pada hari Kiamat.

Di tengah-tengah dialog antara Mukmin dari keluarga Firaun dengan kaumnya, disebutkan kehancuran yang Allah timpakan kepada umat-umat sebelumnya yang mendustakan rasul-rasul mereka. 

Ia berkata: 

"Dan orang yang beriman itu berkata, 'Wahai kaumku! Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti hari kehancuran golongan-golongan (yang menentang rasul), seperti keadaan kaum Nuh, 'Ad, Tsamud dan orang-orang yang datang setelah mereka. Dan Allah tidak menghendaki berbuat zalim terhadap hamba-hamba-Nya'" (Ghafir: 30-31).

Bentuk pertolongan ini (kemenangan, kekuatan, dan kehancuran bagi orang-orang zalim) adalah bentuk pertama dari pertolongan yang langsung terlintas dalam pikiran, tetapi ini bukanlah satu-satunya bentuk pertolongan.


2. Pertolongan dengan Argumen dan Penjelasan:


Sebagian mufasir menafsirkan firman Allah:

 "Sesungguhnya Kami pasti menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia" (Ghafir: 51), 

sebagai pertolongan dengan argumen dan penjelasan.

Abu Al-‘Aliyah -rahimahullah- berkata tentang firman Allah:
 "Sesungguhnya Kami pasti menolong rasul-rasul Kami", "
Itu dalam bentuk argumen; Allah membuka hujjah mereka di dunia."

Bentuk pertolongan ini terwujud dalam Surat Ghafir dalam bentuk argumen kuat yang dihadapkan oleh Mukmin dari keluarga Firaun kepada kaumnya. 
Jelas dalam ucapannya bahwa argumennya lebih kuat dari kaumnya, dan mereka tidak mampu menjawabnya. Karena pentingnya kisah Mukmin dari keluarga Firaun terhadap tema surat ini, salah satu nama surat ini adalah "Surat Al-Mu’min", yang dinisbahkan kepada Mukmin dari keluarga Firaun.

Ibnu Qayyim berkata: "Setiap sulthan (kekuasaan) dalam Al-Qur'an adalah hujjah (argumen), sebagaimana firman Allah:

 'Ataukah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kamu orang yang benar' (Ash-Shaffat: 156-157),

 dan firman-Nya: 

'Itu hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu buat-buat, Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang itu' (An-Najm: 23), 

dan firman-Nya: 

'Ataukah Kami menurunkan kepada mereka suatu keterangan sehingga keterangan itu membenarkan apa yang mereka persekutukan' (Ar-Rum: 35).

Ini karena hujjah menguasai lawannya. Pemilik hujjah memiliki kekuasaan dan kemampuan atas lawannya, meskipun ia lemah secara fisik. Inilah salah satu bentuk pertolongan yang Allah berikan kepada para rasul dan orang-orang beriman di dunia, 
sebagaimana firman Allah:

 'Sesungguhnya Kami pasti menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari ketika saksi-saksi berdiri' (Ghafir: 51)."

Keadaan ini adalah keadaan setiap mukmin yang memiliki keyakinan teguh bahwa Allah adalah kebenaran, dan apa yang mereka sembah selain-Nya adalah kebatilan. 
Karena itu, salah satu ciri utama orang-orang sesat adalah bahwa mereka selalu dalam keadaan bingung dan pernyataan yang bertentangan, mereka tidak memiliki hujjah yang kuat, sebagaimana firman Allah tentang orang-orang musyrik terkait pernyataan batil mereka:

 "...Katakanlah: 'Apakah kamu mempunyai suatu ilmu sehingga kamu dapat mengemukakannya kepada Kami?' Kamu hanya mengikuti dugaan, dan kamu hanyalah berdusta" (Al-An'am: 148-149).

Inilah permasalahannya:
 'Apakah kamu mempunyai suatu ilmu sehingga kamu dapat mengemukakannya kepada Kami?' 
Apakah kamu memiliki kitab dari Allah? Ataukah masalah ini hanya mengikuti dugaan: '
Kamu hanya mengikuti dugaan, dan kamu hanyalah berdusta.' 
Maka, siapa yang membangun keyakinannya di atas dugaan dan kebohongan, tidak diragukan lagi ia dalam kesesatan yang nyata, berbeda dengan orang yang membangun aqidah dan keyakinannya di atas wahyu dari Allah dan petunjuk: 

'Apakah orang yang berada di atas keterangan yang nyata dari Tuhannya sama dengan orang yang dijadikan buruk perbuatannya dan mereka mengikuti hawa nafsu mereka?' (Muhammad: 14).

Dan Allah berfirman dalam surat yang sama setelah kisah Mukmin dari keluarga Firaun:

 "Sesungguhnya orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah tanpa alasan yang datang kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka selain kesombongan yang mereka tidak akan mencapainya" (Ghafir: 56).

Ibnu Katsir berkata: "Firman-Nya: 'Sesungguhnya orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah tanpa alasan yang datang kepada mereka', 
yaitu: mereka menolak kebenaran dengan kebatilan, dan mereka menolak hujjah yang benar dengan syubhat yang rusak tanpa bukti dan hujjah dari Allah. 
'Tidak ada dalam dada mereka selain kesombongan yang mereka tidak akan mencapainya,' 
maksudnya, mereka hanya memiliki kesombongan dalam hati mereka terhadap mengikuti kebenaran, dan meremehkan orang yang membawanya, tetapi tujuan mereka untuk memadamkan kebenaran dan meninggikan kebatilan tidak akan tercapai, melainkan kebenaranlah yang akan diangkat, dan ucapan serta tujuan mereka akan dihancurkan."

Qatadah berkata: "Firman Allah: 'Sesungguhnya orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah tanpa alasan yang datang kepada mereka', 
yaitu: tidak datang kepada mereka alasan untuk itu.
 'Tidak ada dalam dada mereka selain kesombongan yang mereka tidak akan mencapainya,' maksudnya: kesombongan dalam hati mereka."

As-Sa’di berkata: "...Ini adalah teks yang jelas dan kabar gembira bahwa setiap orang yang membantah kebenaran akan kalah, dan setiap orang yang sombong terhadapnya pada akhirnya akan hina."


3. Kemenangan dengan Melemahkan Para Kafir dan Menggagalkan Rencana Mereka:

Ini adalah salah satu jenis kemenangan yang sedikit disadari, yaitu bahwa Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dapat memberikan kemenangan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman -terutama jika mereka adalah orang-orang yang lemah- hanya dengan menghentikan tangan para zalim dari mereka dan menggagalkan rencana mereka.

Sa'di berkata: "Jika kamu merenungkan realita, kamu akan melihat bahwa kemenangan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman berputar di antara dua hal ini, tidak keluar dari keduanya; entah kemenangan bagi mereka, atau kelemahan bagi mereka."

Al-Tabari menjelaskan ketika menafsirkan firman-Nya:

 {لِيَقْطَعَ طَرَفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَوْ يَكْبِتَهُمْ فَيَنْقَلِبُوا خَائِبِينَ}
[آل عمران: 127]: 

"Sedangkan tentang firman-Nya: 
{أَوْ يَكْبِتَهُمْ}, 
maka maksudnya adalah: atau menghina mereka dengan kegagalan atas apa yang mereka harapkan dari kemenangan atas kalian."

Sa'di dalam menafsirkan ayat tersebut berkata: 
"Artinya: Kemenangan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, tidak lebih dari memutuskan sebagian dari orang-orang kafir, atau mereka kembali dengan kemarahan mereka, tidak mendapatkan kebaikan, sebagaimana Allah mengembalikan mereka pada hari Khandaq, setelah mereka datang dengan semangat yang kuat, Allah mengembalikan mereka dengan kemarahan yang gagal."

Contoh lain dari ini adalah firman Allah: 

{إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}
[التوبة: 40].

Allah menyebutkan penggagalan rencana para kafir terhadap Nabi-Nya sebagai kemenangan bagi rasul-Nya dan kehinaan bagi musuh-musuh-Nya.

Adapun tentang jenis kemenangan ini dalam Surah Ghafir, terwujud dalam penolakan Allah terhadap gangguan Fir'aun dan kaumnya terhadap orang-orang beriman dari keluarga Fir'aun, setelah orang beriman tersebut menyerahkan urusannya kepada Tuhan semesta alam, maka terakhir kali dia berkata kepada kaumnya:

 {فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ}
[غافر: 44]. 
Maka hasilnya adalah:

 {فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ}
[غافر: 45].

Bukan satu kejahatan dari mereka, tetapi banyak kejahatan, dan beberapa mufassir menyebutkan bahwa Fir'aun dan pengikutnya berpikir untuk membunuhnya, membakarnya, memotong-motong tubuhnya, dan berbagai jenis musibah dan azab untuk menuntaskannya, tetapi Allah -Subhanahu wa Ta'ala- menjaga-Nya, maka Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.


4. Kemenangan dengan Pembalasan Allah terhadap Mereka yang Menzalimi Para Mukmin dan Membela Perjuangan Mereka yang Mereka Jalani:

Telah kita lewati bahwa Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dapat memberikan kemenangan kepada para mukmin dalam kehidupan mereka, tetapi di sini muncul permasalahan, bahwa ada dalam kenyataan bahwa sebagian nabi dan orang beriman dibunuh tanpa mereka melihat kemenangan.

Jawabannya adalah bahwa kemenangan dalam keadaan ini adalah dengan pembalasan Allah -Subhanahu wa Ta'ala- terhadap para zalim dan membela perjuangan orang-orang beriman yang mereka jalani.

Al-Suddi berkata: "Tidak ada seorang pun yang diutus oleh Allah -Subhanahu wa Ta'ala- sebagai rasul kepada suatu kaum dan mereka membunuhnya, atau sekelompok orang beriman yang menyeru kepada kebenaran dan mereka dibunuh, melainkan itu akan berakhir pada suatu masa hingga Allah -Subhanahu wa Ta'ala- mengutus bagi mereka orang yang membela mereka dan meminta balasan atas darah mereka dari orang-orang yang berbuat demikian kepada mereka di dunia."

Maka Allah -Subhanahu wa Ta'ala- adalah Yang Maha Keras dalam hukuman; Allah berfirman:

 {شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ}
[غافر: 3]. 

Dan Allah berfirman:

 {كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَالْأَحْزَابُ مِنْ بَعْدِهِمْ وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ}
[غافر: 5].

Artinya: "Maka bagaimana hukuman-Ku terhadap mereka, tidakkah Aku telah menghancurkan mereka dan menjadikan mereka sebagai pelajaran bagi makhluk dan sebagai peringatan bagi yang setelah mereka? Dan Aku menjadikan rumah-rumah mereka kosong, dan menjadi tempat tinggal bagi binatang buas?!"

Dan penghancuran yang disebutkan Allah dalam surah ini mencakup semua yang mendustakan para rasul dan nabi; baik mereka menyaksikan kemenangan ini maupun tidak terjadi setelah kematian mereka.

Adapun tentang kemenangan perjuangan mereka yang mereka jalani di dunia ini, yaitu agar Allah -Subhanahu wa Ta'ala- mengangkat kalimat mereka setelah kematian mereka, maka Allah -Subhanahu wa Ta'ala- telah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya Muhammad -Shallallahu Alaihi Wasallam- dan menegakkan Islam, dan banyak orang masuk ke dalam agama Allah di akhir hidupnya, tetapi para sahabat Ridwanullah 'Alaihim tidak semua menyaksikan kemenangan dan peneguhan ini, karena sebagian dari mereka dibunuh karena penyiksaan pada masa Mekah, dan sebagian dari mereka dibunuh dalam peperangan dan pertempuran; seperti Perang Uhud, Biar Ma'unah, dan berbagai peristiwa di mana banyak sahabat yang dibunuh.

Apakah kita akan mengatakan: Bahwa Allah -Subhanahu wa Ta'ala- telah mengecewakan janji-Nya kepada para syuhada ini; karena mereka telah menempuh jalan mereka sebelum melihat kemenangan?!

Jawabannya: Tidak! Karena Allah -Subhanahu wa Ta'ala- telah memberikan kemenangan kepada umat-Nya dan membela hamba-hamba-Nya yang mengesakan-Nya dan memberikan kemenangan kepada para syuhada ini dengan membela agama mereka dan perjuangan yang mereka jalani, yaitu mengesakan Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dan agar agama ini seluruhnya hanya untuk Allah, dan agar kalimat Allah adalah yang tertinggi, dan kalimat orang-orang kafir adalah yang terendah. Oleh karena itu, pelajaran ada pada akhirnya dan kemenangan prinsip-prinsip, serta kesempurnaan akhir tidak diukur dengan kekurangan awal.

Dengan demikian, seorang mukmin berusaha sekuat tenaga untuk membela agama Allah dengan keyakinan bahwa Allah pasti akan memberi kemenangan kepadanya di akhirat, meskipun ia tidak menyaksikan peneguhan dan kemenangan ini dalam hidupnya, pasti hal itu akan terjadi suatu saat. 

{فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَإِمَّا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ الَّذِي نَعِدُهُمْ أَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ}
[غافر: 77].






5. Kemenangan dengan Pengakuan Para Zalim atas Kekalahan:

Salah satu bentuk kemenangan yang paling mengesankan adalah ketika pihak yang kalah mengakui kekalahannya. Beberapa peneliti militer bahkan berpendapat bahwa kekalahan tidak dapat dianggap sah kecuali dengan pengakuan pihak yang kalah; karena tolok ukur kemenangan dan kekalahan dapat berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Misalnya, jika sebuah angkatan bersenjata terlibat dalam pertempuran melawan angkatan bersenjata lain, dan pertempuran tersebut berakhir dengan penguasaan wilayah musuh, pihak yang menguasai wilayah tersebut akan menganggap dirinya menang, meskipun banyak pasukannya yang tewas.

Sebaliknya, pihak angkatan bersenjata yang kehilangan wilayah mungkin merasa telah menang karena mereka telah membunuh banyak anggota pasukan penjajah, dan bahwa wilayah yang telah dikuasai tersebut akan kembali diambil dalam pertempuran berikutnya, tetapi mereka yang tewas tidak akan hidup kembali!

Saat ini, kita tidak bermaksud untuk menentukan kebenaran dari masalah ini, tetapi hanya menunjukkan bahwa tolok ukur kemenangan dan kekalahan dapat berbeda dari individu ke individu dalam banyak hal. Yang menjelaskan perdebatan adalah ketika pihak yang kalah mengakui kekalahannya dan sepenuhnya tunduk kepada pihak yang menang. Pada titik ini, kita dapat mengatakan bahwa kemenangan telah terjadi dengan pengakuan pihak yang kalah.

Ketika kita merenungkan Surah Ghafir, kita menemukan beberapa pengakuan dari para kafir mengenai kekalahan mereka di hadapan orang-orang yang benar. 
Kita akan mengambil dua contoh; satu pengakuan di dunia, dan satu pengakuan di akhirat:

Adapun pengakuan di dunia; ini terjadi ketika mereka menyaksikan azab menjelang kematian mereka, seperti yang terdapat dalam firman-Nya:

 {فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ * فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إِيمَانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا سُنَّتَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَافِرُونَ}[غafir: 84-85].

Dua ayat ini adalah ayat terakhir dalam Surah Ghafir; para kafir kalah, dan sebelum kekalahan mereka, mereka mengakui kesyirikan mereka dan menyatakan keimanan mereka. Mereka berkata: “Kami beriman kepada Allah semata dan kafir terhadap apa yang telah kami syirikkan.”

Namun, keimanan ini saat menyaksikan azab atau mendekati kematian tidak ada gunanya. Hal ini didukung oleh ayat-ayat lain dalam kitab Allah, seperti firman-Nya:

 {وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّار}
[An-Nisa: 18].

Dan juga firman-Nya tentang Fir’aun: 

{حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ * آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ}
[Yunus: 90-91].

Adapun pengakuan di akhirat; terdapat dalam firman-Nya:

 {إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنَادَوْنَ لَمَقْتُ اللَّهِ أَكْبَرُ مِنْ مَقْتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ إِذْ تُدْعَوْنَ إِلَى الْإِيمَانِ فَتَكْفُرُونَ * قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ}
[Ghafir: 10-11].

Di sini terdapat pengakuan yang jelas dari para kafir, dari para pendusta rasul dan lainnya, ketika mereka membenci diri mereka sendiri karena kekufuran mereka. Mereka mengakui dosa-dosa mereka dan meminta kepada Allah untuk kembali ke kehidupan dunia sekali lagi.

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjelaskan di banyak tempat dalam kitab-Nya bahwa pengakuan kafir atas dosanya pada hari kiamat tidak akan berguna pada hari itu, seperti dalam firman-Nya:

 {فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِير}
[Al-Mulk: 11].

Begitu juga dari pengakuan di akhirat dalam surah yang sama, firman-Nya:

 {يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}
[Ghafir: 52].

6. Kemenangan Allah untuk Para Mukmin pada Hari Kiamat:

Allah berfirman: 

{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ * يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}
[Ghafir: 51-52].

Betapa agungnya kemenangan tersebut, ketika Allah mengumpulkan orang-orang pertama dan terakhir dalam suatu pemandangan yang luar biasa, dan para saksi dari malaikat, para nabi, para syuhada, dan orang-orang saleh berdiri. Allah meninggikan orang-orang yang benar dan menghinakan musuh-musuh mereka dari kalangan yang batil.

"Adapun keadaan musuh-musuh mereka adalah bahwa mereka mengalami tiga hal:

Pertama: 
Tidak ada satu pun alasan yang bermanfaat bagi mereka.

Kedua: 
Mereka mendapat laknat, ini menunjukkan pada keterkaitan, maksudnya: laknat itu hanya ditujukan kepada mereka, yaitu penghinaan dan penindasan.

Ketiga: Tempat yang buruk, yaitu hukuman yang keras.

Hari itu, jika musuh-musuh berada pada tiga tingkatan tersebut dari kesepian dan bencana, lalu Allah khususkan para nabi dan wali dengan berbagai jenis kemuliaan yang terjadi dalam pertemuan yang besar, di sini terlihat betapa bahagianya orang beriman dan betapa besarnya kesedihan para kafir.

Apa yang hilang dari orang-orang beriman di dunia ini meskipun mereka mengalami sedikit penderitaan? Bukankah ada ganjaran di akhirat sebagai ganti dunia? Tidakkah Allah berfirman: 

{وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}
[Al-Ankabut: 64]

Dan firman-Nya:

 {وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
[Al-A'la: 17].

Kemenangan sejati adalah kemenangan di surga dan keridhaan Allah, dan kerugian sejati adalah kerugian jiwa di neraka Jahanam, di mana mereka akan kekal di dalamnya selamanya.

Allah berfirman:

 {كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ}
[Al-Imran: 185].


7. Kemenangan Allah dengan Mengabadikan Ingatan Orang-orang Mukmin:

Betapa suatu kehormatan yang agung, tidak ada kehormatan yang lebih besar darinya di dunia, ketika Allah mengabadikan ingatan hamba-Nya yang mukmin dalam kitab yang akan dibaca dan diperintahkan untuk dibaca hingga hari kiamat.

Mungkin kita bisa lihat contoh dari seorang mukmin dari kalangan keluarga Fir’aun - semoga Allah meridhainya - yang berjuang dengan sebaik-baik perjuangan, yaitu mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. 

Dan karena pahala itu tergantung pada seberapa besar kesulitan yang dihadapi, serta karena mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim dapat menempatkan pelakunya pada ujian yang paling berat, maka pahalanya pun menjadi berlipat ganda. 
Bahkan, surah dalam Al-Qur'an dinamai berdasarkan namanya, menurut banyak ahli ilmu, yaitu “Surah Al-Mu'min.”

Penutup:

Al-Qur'an yang mulia dipenuhi dengan banyak janji kemenangan dan pemberian kekuasaan kepada hamba-hamba Allah yang mukmin. 
Surah Ghafir sangat memperhatikan hal ini dan menunjukkan sejumlah bentuk kemenangan dan kekuasaan tersebut. Dalam artikel ini, kami telah menguraikan gambar-gambar yang disebutkan dalam Surah Ghafir dan menegaskan prinsip kemenangan dan pemberian kekuasaan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin dalam Al-Qur'an. 
Kemenangan-Nya untuk mereka terjadi di dunia dan di akhirat, dan bentuk-bentuk kemenangan ini memiliki banyak variasi. Allah pasti akan mengalahkan urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Kami memohon kepada Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung untuk memberi kami kebahagiaan dengan kemenangan hamba-hamba-Nya yang mukmin dalam hidup kami dan pada hari ketika saksi-saksi berdiri.

Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada Nabi kita, kekasih kita Muhammad, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya semuanya.


SUNNAH ALLAH DALAM MENOLONG HAMBA-NYA YANG BERIMAN


SUNNAH ALLAH DALAM MENOLONG HAMBA-NYA YANG BERIMAN 


Oleh Riyadh Adhami, terakhir diperbarui pada 12 Maret 2020

Dalam kondisi kelemahan dan penindasan yang dialami umat, orang-orang beriman melihat kepada ayat-ayat yang tersebar di dalam Al-Qur'an yang menyatakan janji Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi untuk menolong hamba-hamba-Nya yang beriman, memberi mereka kekuatan, dan menjadikan mereka pewaris bumi. 
Mereka berusaha memahami, merenungkan, atau menafsirkan ayat-ayat tersebut. 
Seringkali, usaha ini berakhir dengan apa yang dapat kita sebut sebagai (penyiksaan diri), yaitu dengan menuduh diri sendiri sebagai kurang dalam keimanan dan menuduh umat sebagai tidak termasuk dalam golongan orang-orang beriman yang ditujukan janji-janji tersebut. 
Akhirnya, banyak dari para penceramah yang mengambil kelemahan, perpecahan, dan kemunduran yang dialami umat sebagai alat untuk memperbesar pentingnya beberapa ibadah dan adab yang bersifat sunnah, dan menjadikan pengabaian atau ketidakpatuhan terhadapnya sebagai penyebab musibah dan dominasi musuh.

Seseorang khawatir bahwa hal ini akan mengarah pada praktik keagamaan yang menjauh dari ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad, serta pada penafsiran iman yang bersifat mistis, di mana pemahaman terhadap hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah di alam semesta ini diabaikan. 
Padahal, memahami, memanfaatkan, dan mematuhi hukum-hukum ini adalah cara untuk mencapai kehendak Allah dalam memberikan kemenangan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.

Seseorang juga khawatir bahwa penafsiran iman yang mistis dan ketidaktahuan terhadap hukum perubahan akan menjadi cobaan bagi hamba-hamba Allah, dengan membuat mereka mereduksi hukum-hukum perubahan hanya pada syarat-syarat materi, serta mengingkari dukungan gaib yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, yang merupakan salah satu hukum keimanan yang berkesinambungan.

Saya akan mencoba dalam artikel ini untuk memberikan beberapa penjelasan yang dapat membantu dalam memahami hukum-hukum Allah terkait perubahan, tugas orang-orang beriman, dan peran mereka dalam mewujudkan janji Allah kepada mereka berupa kemenangan dan kekuatan.

Hal pertama yang harus diperhatikan ketika berbicara tentang realisasi janji Allah kepada para nabi-Nya, rasul-Nya, dan orang-orang yang taat kepada-Nya, adalah bahwa janji ilahi tidak menghapuskan hukum-hukum dan aturan-aturan yang telah Allah tetapkan di alam semesta, dan tidak selalu memerlukan terjadinya mukjizat atau hal-hal luar biasa yang menunjukkan kekuasaan Allah yang tidak terbatas. Semua itu terjadi ketika Allah menghendakinya, bukan ketika hamba-hamba-Nya berharap atau berangan-angan.

Orang beriman tidak menjadikan janji ilahi sebagai alasan untuk melompat melewati hukum-hukum ini atau mengabaikan perannya dalam mempersiapkan diri. 
Dia tahu bahwa dia diperintahkan untuk mencari dan memahami sebab-sebab, serta disiplin dalam mematuhinya.

Umat Islam telah melewati masa di mana mereka lalai terhadap hukum-hukum kebangkitan dan kemajuan, serta lalai terhadap sumber-sumber kelemahan yang merasuki tubuh mereka. 
Akibat kelalaian ini, mereka ditimpa dengan hasil yang tidak bisa dihindari, takdir yang tak terkalahkan. 
Tidak ada harapan bagi mereka untuk keluar dari kondisi ini kecuali dengan menyadari bahwa semua ini bukanlah kebetulan semata, tetapi merupakan hukum-hukum dan aturan yang siapa pun yang memahami dan memanfaatkannya dengan baik, ketika berhadapan dengan potensi dan sumber daya yang ada di sekitarnya, akan mendapatkan kesuksesan setelah melakukan perubahan yang bisa dia usahakan.

Ayat-ayat Al-Qur'an telah berbicara di banyak tempat tentang hukum-hukum ini dalam konteks gerakan sejarah, perubahan sosial, dan akibat dari bangsa-bangsa dan umat-umat, dengan cara yang menyoroti pentingnya usaha manusia dalam perubahan dan gerakan. 
Tidak ada gunanya membicarakan hukum-hukum sejarah atau mengambil pelajaran dari perjalanan bangsa-bangsa terdahulu dan akibat dari perbuatan mereka, kecuali untuk menegaskan bahwa usaha manusia dan cara dia bekerja merupakan pusat dari tanggung jawab manusia atas amalnya di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, pembicaraan tentang hukum Allah dalam menolong hamba-hamba-Nya yang beriman adalah pembicaraan tentang aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang harus dipahami oleh orang-orang beriman ketika mereka bergerak dengan kesadaran penuh tentang peran usaha dan tindakan mereka dalam perubahan yang mereka inginkan dan kemenangan yang mereka nantikan.

Salah satu hal terpenting yang perlu kita tekankan adalah bahwa sebab-sebab dalam perubahan masyarakat tidak dapat dibatasi pada satu sebab saja. 
Tidak boleh bagi seseorang yang ingin memahami proses perubahan untuk mengabaikan kompleksitas hubungan antar manusia, sehingga dia jatuh dalam simplifikasi yang merugikan. 
Akibatnya, dia tidak dapat menangani masalah secara menyeluruh dan dengan pemahaman yang memadai. Jika kita membatasi sebab-sebab pada satu sebab saja, maka kita akan mengabaikan bagian-bagian penting dari persyaratan perubahan yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai. 
Hasilnya adalah kegagalan, kekecewaan, dan kebingungan dalam langkah-langkah dan gerakan.

Hukum-hukum dan aturan-aturan yang mengatur gerakan masyarakat manusia selalu bekerja dalam persaingan dan dorongan yang berkelanjutan. 
Apa yang tampak dari hasil akhirnya adalah hasil akhir dari hukum-hukum dan sebab-sebab yang bersaing yang bekerja pada waktu yang bersamaan.


Gravitasi, misalnya, adalah hukum yang mengatur gerakan dan keseimbangan benda-benda, sedangkan hukum tentang udara yang mampu mengangkat benda datar yang bergerak cepat adalah hukum yang bekerja bersamaan dengan hukum gravitasi. 
Dengan bekerja bersamaan, kedua hukum ini dapat menjelaskan dan memahami gerakan benda terbang di udara yang tidak bisa dipahami hanya dengan satu hukum saja. Jika kita hanya fokus pada satu hukum, kita tidak akan bisa memahami fenomena kompleks ini sepenuhnya.

Berdasarkan pemahaman ini tentang hukum-hukum Allah, yaitu pemahaman yang tidak membatasi pengaruh pada satu sebab saja, kita akan berbicara tentang sebab-sebab iman yang penting dalam mendatangkan pertolongan dan dukungan dari Allah. Sebab-sebab iman ini akan berpengaruh jika digabungkan dengan sebab-sebab materi lainnya yang manusia hadapi dalam hidup mereka, dan yang menghasilkan hasil terlepas dari keimanan atau kekufuran mereka, keteguhan atau penyimpangan mereka.

Orang-orang Muslim adalah makhluk ciptaan Allah, dan tindakan mereka serta hasil dari perbuatan mereka diatur oleh hukum-hukum Allah yang tidak memihak siapa pun. 
Hukum-hukum iman, meskipun sangat penting, tidak akan berpengaruh dalam peristiwa sejarah tanpa disertai dengan minimal beberapa sebab materi yang berlaku bagi semua manusia saat mereka menghadapinya.

Sebab-sebab materi yang dilakukan manusia adalah syarat bagi berfungsinya sebab-sebab iman. 
Sebab-sebab itu adalah tempat bergantung (tawakkal), sedangkan berpangku tangan adalah kegagalan dalam mengambil sebab yang mungkin dan hanya berharap pada Allah tanpa usaha. Hal ini yang kita pahami dari ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan orang beriman untuk bersiap dan mempersiapkan diri: 
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi" [Al-Anfal: 60]; 

"Wahai Nabi, kobarkanlah semangat para mukminin untuk berperang" [Al-Anfal: 65];

 "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu pasukan (musuh), maka teguhkanlah hatimu" [Al-Anfal: 45]; 

"Dan janganlah kamu saling berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, dan bersabarlah" [Al-Anfal: 46].

Pembicaraan tentang sebab-sebab iman dan pengaruhnya dalam perubahan memberikan jaminan yang melindungi orang beriman dari pandangan materi semata, dan memberi orang beriman suatu kekuatan spiritual yang melampaui keterbatasan manusiawi. 
Sebab-sebab iman ini memberikan pandangan yang bersumber dari kekuatan Allah yang tidak terbatas, bukan dari kemampuan manusia yang lemah dan terbatas.

Di sisi lain, pembicaraan tentang sebab-sebab iman dan pengaruhnya dalam perubahan memberikan pemahaman tentang bagaimana generasi pertama umat Muslim, di bawah kepemimpinan Rasulullah, berhasil dalam banyak peristiwa besar dalam sejarah Islam, yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan pendekatan materi saja.

Sebab-sebab iman yang kita bicarakan ini, yang Allah kaitkan dengan pertolongan dan dukungan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, adalah kumpulan keyakinan, akhlak, dan adab hati yang harus diterapkan oleh orang beriman. 
Mereka memohon kepada Allah dengan penuh kerendahan hati agar Allah menolong mereka untuk tetap teguh dalam keyakinan ini. 
Jika keyakinan ini dan akhlak yang menyertainya tidak terpenuhi, maka Allah akan meninggalkan mereka hanya dengan kemampuan mereka sendiri, sehingga kemenangan mereka akan diukur secara materi.

Keimanan kepada Allah menanamkan rasa takut, kekaguman, dan rasa hormat dalam hati, serta menghubungkan hati dengan makna kebenaran dan kemuliaan. Ketulusan kepada Allah mengarahkan hati orang beriman kepada satu tujuan, sehingga segala tindakan, pikiran, dan niatnya hanya ditujukan untuk meraih keridhaan Allah dan mengikuti perintah-Nya. 
Keyakinan penuh kepada Allah memberikan ketenangan dan rasa aman dalam hati, membuat orang beriman yakin akan perlindungan dan bantuan Allah. Kepatuhan kepada Allah dalam hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya di alam semesta menanamkan kesungguhan dalam hati orang beriman untuk memanfaatkan semua potensi dan sumber daya yang ada tanpa menyia-nyiakannya.

Ketika Allah melihat akhlak dan adab ini dalam diri hamba-Nya yang beriman, hal tersebut akan memperbesar potensi materi mereka dan menggandakan pengaruhnya, seperti tuas yang kuat dan kokoh ketika memiliki titik tumpu yang tepat.

Peningkatan upaya ini dan berkah pada sumber daya inilah yang dalam sejarah Islam tampak seperti keajaiban dan mukjizat, namun sebenarnya itu hanyalah hukum Allah dalam menolong hamba-hamba-Nya yang beriman.

Ketika sebab-sebab materi dipersiapkan dengan sempurna tanpa ada kelalaian atau kekurangan, serta tanpa mengabaikan sebab-sebab yang mungkin, maka orang beriman yang telah menyempurnakan sebab-sebab iman akan menjadi tempat munculnya kekuatan, bantuan, dan dukungan Allah dalam setiap situasi yang diperintahkan oleh akidah dan yang diperlukan untuk melindungi agama, diri, dan harta.

Sebab-sebab iman, ketika dipersiapkan dengan baik, dapat menutupi kekurangan dalam sebab-sebab materi, tetapi tidak akan menutupi kelalaian atau kesalahan yang bisa membatalkan peran sebab-sebab iman dan bantuan gaib.

Tinjauan singkat terhadap peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan dan menyoroti kebenaran sebab-sebab yang Allah atur dalam sejarah, serta menegaskan pandangan yang seimbang tentang hukum Allah dalam menolong hamba-hamba-Nya yang beriman, antara sebab-sebab materi dan bantuan gaib yang bersifat keimanan.


Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah teladan dalam tawakkal (berserah diri) kepada Allah dan ketergantungan hatinya hanya kepada-Nya tanpa yang lainnya. 

Saat berhijrah dari Makkah ke Madinah, beliau berada dalam ketenangan jiwa di dalam gua, di mana jika para pengejar melihat ke arah bawah kaki mereka, mereka pasti akan melihatnya. 

Beliau juga tetap tenang ketika berbicara kepada penunggang kuda yang mengejarnya dengan mengatakan, “Bagaimana jika kamu mengenakan gelang Raja Kisra?” 
Meskipun demikian, perhatian untuk mengamankan sebab-sebab materi dalam kedua situasi tersebut sangat mencengangkan.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan sahabatnya Abu Bakar keluar pada saat hijrah dengan cara sembunyi-sembunyi dari pintu belakang rumah Abu Bakar, pada waktu siang ketika aktivitas sedikit berkurang dan pengawasan orang-orang menjadi kurang. 

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pergi ke Gua Tsur yang jauh dari jalan biasa menuju Madinah dan bersembunyi di sana selama tiga hari.
 Abdullah bin Abu Bakar datang membawa berita tentang Quraisy, sementara Asma' binti Abu Bakar menyiapkan makanan untuk mereka, dan pengembala domba milik Abu Bakar menggembalakan dombanya di dekat gua agar mereka bisa meminum susunya. Ia juga berjalan dengan dombanya di belakang Asma' untuk menghapus jejak langkah-langkah orang. Ketika penunggang kuda Suraqa melihat sesuatu yang tidak biasa dari kudanya dan menyadari bahwa orang yang dicarinya tidak dapat dijangkaunya, 
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Suraqa: "Jangan mendekati kami."

Dalam Perang Badar, pengamalan sebab-sebab iman terlihat dalam keikhlasan yang ditunjukkan oleh para Muhajirin dan Ansar yang taat kepada Nabi mereka dan menyerah kepada perintah Allah. Ini juga terlihat dalam doa dan kerendahan hati Nabi Shallallahu alaihi wa sallam saat memohon kepada Tuhannya pada malam sebelum pertempuran. 

Adapun pengorbanan yang dilakukan oleh para sahabat dapat dilihat dari perkataan salah seorang musyrik yang menggambarkan para pengikut Rasulullah di medan perang, “Apakah kalian tidak melihat mereka berlutut seperti ular yang sedang menggerakkan lidahnya?” 
Ini juga tercermin dalam kisah dua pemuda yang sangat ingin membalas dendam kepada Abu Jahl ketika mereka mendengar bahwa ia menyakiti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. 

Sementara itu, dalam Perang Uhud, terlihat dengan jelas keseimbangan antara sebab-sebab materi dan iman dalam hukum Allah, yaitu keseimbangan yang membuat orang-orang beriman unggul di awal hari dan memaksa musyrikin mundur setelah banyak di antara mereka yang terbunuh. Namun, ketika syarat keikhlasan kepada Allah hilang dalam niat dan beberapa orang beriman terikat pada dunia dan harta rampasan

 {Di antara kamu ada yang menginginkan dunia, dan di antara kamu ada yang menginginkan akhirat} [Ali Imran: 152], 

dan ketika syarat pengamanan sebab-sebab materi dilanggar dengan melanggar perintah Nabi kepada para pemanah, pertolongan Allah pun hilang bagi orang-orang Uhud.

 Ini memberikan pelajaran kepada orang beriman di setiap zaman bahwa hukum Allah tidak memihak siapa pun, bahkan jika di antara mereka terdapat Rasulullah. Keterlambatan pertolongan Allah kepada hamba-hamba-Nya pada hari Uhud adalah akibat dari diri mereka sendiri, karena mereka telah gagal dalam mengamankan sebab-sebab iman dan tidak menjaga apa yang telah mereka siapkan dari sebab-sebab materi.

Pada hari Hunain, pasukan terbesar umat Muslim pada waktu itu keluar untuk menghadapi Thaqif dan Hawazin. 

Ketika rasa bangga akan jumlah yang besar masuk ke dalam hati mereka, mereka melupakan makna tawakkal kepada Allah dan ketergantungan hati hanya kepada-Nya, sambil berkata,
 “Kami tidak akan kalah hari ini karena sedikitnya jumlah.” 
Akibatnya, pertolongan Allah tidak datang kepada orang-orang beriman, dan mereka pun terpisah dari Rasulullah, hingga bumi terasa sempit bagi mereka. 
Hanya segelintir orang yang tetap istiqamah dalam tawakkal dan keikhlasan yang berdiri teguh bersama Nabi mereka dan berjuang sekuat tenaga, sehingga Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada Rasul dan orang-orang beriman, dan memberi mereka tentara-Nya dan memberikan pertolongan setelah kekalahan pertama mendorong mereka untuk kembali kepada Allah dan tunduk kepada-Nya, serta mengakui kesalahan mereka akibat rasa bangga dan menjauh dari tawakkal.

Makna-makna ini dari hukum Allah dalam menolong hamba-hamba-Nya yang beriman selalu ada dalam pikiran generasi pertama sahabat Rasulullah. Ketika mereka mengalami keterlambatan pertolongan dalam satu peristiwa, mereka akan memeriksa apa yang telah mereka lakukan terkait dengan keikhlasan kepada Allah dan ketaatan yang tulus kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. 

Allah Ta'ala yang menciptakan manusia dan mengetahui kelemahan serta keterbatasan yang ada pada mereka, juga mengetahui apa yang dapat mereka capai dalam hal keikhlasan dan tawakkal, adalah yang menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya dengan firman-Nya:

 "Wahai Nabi, kobarkanlah semangat orang-orang beriman untuk berperang. Jika di antara kamu ada dua puluh orang yang sabar, mereka akan mengalahkan dua ratus. Dan jika ada seratus, mereka akan mengalahkan seribu dari orang-orang yang kafir, karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti." [Al-Anfal: 65]

Ayat-ayat ini mengarahkan perhatian orang beriman pada potensi yang dapat dicapai jika mereka tulus dalam niat dan menyiapkan segala sesuatunya dengan baik, serta Allah akan memberikan bantuan dan dukungannya. 

Ayat-ayat ini menegaskan kebenaran kekuatan orang beriman dalam menghadapi musuh mereka di hadapan Allah, yang merupakan suatu kebenaran yang menenangkan hati mereka dan meneguhkan langkah mereka.


Dari sini, para mukmin harus memiliki pandangan yang jelas tentang gerakan sejarah dan apa yang mereka wakili dalam hukum perjuangan yang telah Allah tetapkan sebagai pengatur gerakan manusia di bumi. 

Mereka harus berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan jangka pendek yang realistis, terikat dengan nilai-nilai dan berpegang pada kebenaran, tanpa terburu-buru atau mengabaikan sunnah-sunnah peneguhan. Inilah yang ingin Allah ajarkan kepada para mukmin ketika hati mereka merindukan janji Allah untuk memasuki Baitullah: 

{لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا}
 [Al-Fath: 28]. 

Maka, perjanjian Hudaibiyah adalah pembukaan yang dekat yang memudahkan masuknya dengan aman seperti yang dijanjikan Allah.

Oleh karena itu, kembalinya umat Islam dalam Perang Mu'tah dari melawan musuh mereka bukanlah sebuah pelarian atau keputusasaan, tetapi merupakan bentuk berpihak kepada kelompok Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Nabi juga mengingkari orang-orang yang disebutnya sebagai pelari, dan menyebut mereka sebagai penyerang kembali.

Mereka yang disebut penyerang kembali adalah orang-orang yang tidak menyimpan dalam hati mereka kerinduan untuk membantu agama Allah, meskipun tidak ada jalan yang mudah. 

Keterbatasan kemampuan tidak membuat mereka merasa tertekan dan lemah, tetapi mereka selalu hidup dalam semangat jihad – dalam makna yang luas – untuk menegakkan kebenaran, dan memilih tujuan yang mungkin yang sesuai dengan pandangan yang jelas tentang gerakan sejarah dan sunnah-sunnah perubahan.

Mereka yang disebut penyerang kembali adalah Umat Dakwah, yang melihat kemenangan sebagai keteguhan pada prinsip dengan kebanggaan dan keunggulan. Hal ini tercermin dalam kerinduan mereka untuk berkorban dan memberikan, sebuah kerinduan yang diterjemahkan menjadi perhatian pada pendidikan, pelatihan, dan persiapan di semua bidang perlawanan dan perjuangan, serta dalam memperbanyak sekutu dan mengurangi musuh.

Umat dakwah adalah generasi yang dijadikan Allah sebagai hujjah bagi hamba-hamba-Nya di suatu fase sejarah, dalam kondisi di mana segala sesuatunya bergerak ke arah kekuasaan yang bukan untuk umat Islam: 

{وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ}
 [Ali Imran: 140]. 

Kemenangan bagi umat ini, yang hidup dalam fase sejarah yang khusus, terletak pada kemampuan untuk menjaga keyakinan tetap hidup dalam hati, tanpa kelemahan, keraguan, atau pengunduran diri, terlepas dari beratnya cobaan dan banyaknya pengorbanan.

Kisah para pemilik parit (Ashaab Al-Akhdoood) mewakili pandangan iman yang benar bagi mukmin yang berusaha mengatur pandangannya dan nilai-nilainya dengan ukuran Allah.

“Hidup dan segala sesuatu yang menyertainya, baik kenikmatan maupun kesakitan, serta kesenangan dan kehilangan, bukanlah nilai utama dalam timbangan, dan bukanlah barang yang menentukan perhitungan untung dan rugi. Kemenangan tidak hanya terbatas pada kemenangan yang tampak, karena ini hanyalah satu gambaran dari banyaknya gambaran kemenangan. 

Kisah pemilik parit mewakili sebuah contoh dari sejarah dakwah, di mana mukmin tidak selamat dan kafir tidak diambil, sehingga tertanam dalam hati mukmin bahwa mereka mungkin dipanggil menuju akhir yang seperti ini dalam perjalanan mereka menuju Allah, dan bahwa mereka tidak memiliki urusan apapun; urusan mereka dan urusan keyakinan sepenuhnya kepada Allah. Tugas mereka adalah melaksanakan kewajiban mereka, kemudian pergi; tugas mereka adalah memilih Allah, mengutamakan keyakinan atas kehidupan, dan mengangkat iman di atas fitnah, serta membuktikan kepada Allah dalam amal dan niat mereka. Kemudian, Allah akan melakukan apa yang dikehendaki-Nya kepada mereka dan musuh-musuh mereka, sama seperti yang Dia lakukan pada agama dan dakwah-Nya. Mereka akan diakhiri dengan salah satu dari akhir yang telah diketahui dalam sejarah iman, atau dengan sesuatu yang lain yang hanya diketahui dan dilihat oleh-Nya.

Al-Qur'an telah membentuk hati-hati yang dipersiapkan untuk memikul amanah tersebut. 

Hati-hati ini harus cukup kuat dan kokoh, sehingga ketika mereka mengorbankan segalanya dan menanggung segala hal, mereka tidak melihat kepada apa pun di bumi ini dan tidak mengharapkan apa pun kecuali keridhaan Allah; hati-hati yang siap untuk menjalani seluruh perjalanan di bumi ini dengan kesulitan, penderitaan, dan pengorbanan hingga mati tanpa imbalan di bumi ini, bahkan jika imbalan tersebut adalah kemenangan dakwah dan keberhasilan umat Islam, atau bahkan jika imbalannya adalah kehancuran orang-orang zalim dengan tangkapan Allah yang Maha Perkasa, seperti yang dilakukan terhadap para pendusta yang terdahulu.

Ketika hati-hati ini menyadari bahwa satu-satunya hal yang harus mereka lakukan dalam perjalanan di bumi adalah memberikan tanpa mengharapkan imbalan, dan menunggu akhirat sebagai waktu pemisahan antara kebenaran dan kebatilan, serta ketika Allah mengetahui dari hati-hati ini akan ketulusan niat mereka terhadap apa yang mereka janjikan dan setujui, maka Allah memberikan mereka kemenangan di bumi dan mempercayakan mereka kepada kemenangan itu, bukan untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk melaksanakan amanah metode ilahi, dan mereka layak untuk melaksanakan amanah tersebut karena mereka tidak pernah dijanjikan dengan sesuatu dari hasil di dunia yang dapat mereka tuntut, dan mereka tidak mengharapkan sesuatu dari hasil di bumi ini.

Adanya umat ini, “Umat Dakwah”, dan keberlanjutan eksistensinya sebagai arus sosial yang nyata dan pendapat umum yang aktif, adalah kemenangan yang tidak kalah pentingnya dan tidak kalah mahal serta memerlukan pengorbanan dibandingkan dengan kemenangan peneguhan di bumi dan kemenangan atas musuh.

 Keberadaan Umat Dakwah ini adalah tanda awal dan tanda nyata bagi kemungkinan adanya generasi mukmin yang diizinkan Allah untuk diberdayakan di bumi, mengangkat dari mereka fitnah dan ketakutan, serta memberikan mereka keamanan dan kesehatan.

Tujuan sejati dari usaha, perjuangan, dan gerakan para mukmin terletak pada kemampuan untuk mewakili Umat Dakwah dalam setiap kondisi dan dalam setiap suasana, serta memberikan kepada umat ini kemampuan dan akal praktis untuk menghadapi krisis nyata dalam setiap situasi, sampai saat Allah mengizinkan Umat Dakwah ini untuk menjadi umat yang layak untuk memikul amanah peneguhan di bumi dan mengangkat kalimat Allah di dalamnya.

Ketidakhadiran ide Umat Dakwah menjadikan para mukmin terjatuh dalam keputusasaan dan putus asa, mengabaikan kesempatan, dan menjadikan mereka mangsa bagi harapan kosong dan kesibukan yang sia-sia. 

Oleh karena itu, persiapan dan kesiapan sangat diperlukan, meskipun pada tingkat psikologis dan emosional, dengan berbicara kepada diri sendiri tentang jihad – dalam makna yang luas – serta keseriusan dalam menghadapi urusan kehidupan dan berlatih untuk menguasai keterampilan dan keahlian, hingga para mukmin mencapai kecukupan dalam hal pengorganisasian kehidupan mereka secara keseluruhan, sembari berharap untuk meraih keunggulan yang menegaskan identitas dan mendukung serta memperkuat perasaan keterikatan.


PERBUATAN DHOLIM


PEMBELAAN BAGI YANG TERZALIMI DAN KEHINAAN BAGI YANG ZALIM 



Alhamdulillah, Was Sholatu was Salamu ala Rosulillah, wa ba'du;

Pembelaan bagi yang terzalimi dan kehinaan bagi yang zalim adalah kenyataan yang pasti. 
Orang yang terzalimi tidak akan tenang, dan orang yang zalim tidak akan merasakan kedamaian. 
Keadilan adalah salah satu sifat Allah Ta'ala yang maha tinggi. 
Doa orang yang terzalimi mencapai langit tanpa penghalang antara mereka dengan Allah, dan akan dikabulkan sehingga keadilan Allah terwujud di antara hamba-Nya, meskipun mungkin penantian pengabulannya lama. 
Melalui platform Wamidh, kami akan menginformasikan bagaimana orang yang terzalimi bisa mendapatkan keadilan atas yang zalim.


Pembelaan bagi yang Terzalimi dan Kehinaan bagi yang Zalim

Kezaliman jelas adanya, yakni suatu pelanggaran terhadap hak dengan cara yang tidak benar, serta perampasan dan penjarahan hak-hak orang lemah. 
Bentuk kezaliman yang paling parah adalah menzalimi diri sendiri, semoga kita dilindungi dari hal ini. 
Allah Ta'ala berfirman dalam Surah al-Qamar:

"Maka dia berdoa kepada Tuhannya: Sesungguhnya aku ini orang yang dikalahkan, maka tolonglah aku. Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah dengan derasnya." (QS. al-Qamar: 10-11)

Tidak ada daya dan upaya bagi orang yang terzalimi kecuali dengan Allah Ta'ala, Dialah yang akan menolongnya meski setelah beberapa waktu, dan tidak ada doa yang akan ditolak oleh-Nya.

Hadits qudsi juga menjadi pegangan dalam hal ini: "Sesungguhnya amal-amal kalian Aku hitung untuk kalian, lalu Aku akan membalasnya untuk kalian. Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah dia memuji Allah, dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka janganlah menyalahkan kecuali dirinya sendiri." 

Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya Aku telah mengharamkan atas diri-Ku untuk berbuat zalim, dan Aku mengharamkannya juga atas hamba-Ku, maka janganlah kalian saling menzalimi." (HR. Muslim)

Ada banyak dalil lainnya, baik dari Al-Qur'an maupun hadits Nabi, yang menunjukkan bahwa Allah tidak meridhai kezaliman di antara hamba-Nya. 

Siapa pun yang berbuat zalim akan menerima balasannya, dan siapa pun yang terzalimi akan dibela oleh Allah, dengan izin-Nya. 

Salah satu hikmah besar adalah bahwa akibat dari kezaliman justru semakin menambah kezaliman pelakunya, tanpa ada balasan di dunia yang bisa membersihkannya dari dosa tersebut.

Allah akan menunda hukuman-Nya, namun tidak akan mengabaikannya, hingga pelaku kezaliman semakin tenggelam dalam kesombongannya sampai tiba hukuman dari Sang Pencipta.

Kezaliman adalah kegelapan di Hari Kiamat. 
Orang yang zalim tidak akan memiliki pahala yang cukup untuk mendapatkan pengampunan dari Allah. 
Sebaliknya, dia akan diseret ke dalam neraka, menjadikan kehinaan baginya di Hari Kiamat yang merupakan hari perhitungan yang agung. 
Bukankah kehinaan yang paling besar adalah ketika Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang zalim menuju kebaikan, tidak mengirimkan cahaya ke dalam hatinya untuk bertaubat, selama dia tetap teguh dalam kezalimannya? 
Allah tidak akan mengabulkan doanya, dan tidak akan mengangkat darinya segala kesulitan.


Doa Orang yang Terzalimi kepada yang Zalim

Bagi siapa saja yang terzalimi dalam urusan dunia, ulangilah doa di tengah malam, maka Allah akan menolongmu dengan kekuasaan-Nya atas orang yang menzalimimu. 
Orang yang zalim tidak akan tenang, tidak akan merasakan berkah dalam kesehatan dan hartanya, dan tidak akan merasa damai. 
Berikut adalah beberapa doa yang dapat diucapkan oleh orang yang terzalimi kepada orang yang menzaliminya:

1. "Ya Rabb, sesungguhnya aku terzalimi, maka tolonglah aku."


2. "Ya Rabb, sesungguhnya aku terzalimi, maka tolonglah aku."


3. "Ya Rabb, sesungguhnya aku terzalimi, maka tolonglah aku."


4. "Ya Allah, segala pintu tertutup kecuali pintu-Mu, segala sebab terputus kecuali menuju-Mu, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Mu."


5. "Ya Rabb, sesungguhnya aku dan orang yang menzalimiku adalah hamba-Mu, kami semua ada dalam genggaman-Mu, Engkau mengetahui tempat tinggal kami, tempat kami disemayamkan, gerak kami, dan akhir kami. Tidak ada yang tersembunyi dari-Mu niat kami, Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan sebagaimana Engkau mengetahui apa yang kami tampakkan."


6. "Ya Allah, tidak ada yang luput dari pengetahuan-Mu sedikit pun dari urusan kami, tidak ada satu pun keadaan kami yang tersembunyi dari-Mu, tidak ada tempat perlindungan selain kepada-Mu."


7. "Ya Allah, sesungguhnya orang yang zalim betapapun kekuasaannya, dia tidak dapat menahan diri dari-Mu. Maka Mahasuci Engkau, yang menguasainya di mana pun dia berada."


8. "Ya Allah, aku memohon pertolongan kepada-Mu setelah setiap penolong dari manusia mengecewakanku. Aku memohon kepada-Mu setelah setiap penolong dari hamba-hamba-Mu meninggalkanku."

  • “ربي إني مظلوم فانتصر.. ربي إني مظلوم فانتصر.. ربي إني مظلوم فانتصر”.
  • “يا ربّ أغلقت الأبواب إلّا بابك، وانقطعت الأسباب إلا إليك، ولا حول ولا قوة إلّا بك”.
  • “يا ربّ اللهمّ إنّي ومن ظلمني من عبيدك، نواصينا بيدك، تعلم مستقرّنا ومستودعنا، وتعلم منقلبنا ومثوانا، وسرّنا وعلانيّتنا، وتطّلع على نيّاتنا، وتحيط بضمائرنا، علمك بما نبديه كعلمك بما نخفيه، ومعرفتك بما نبطنه كمعرفتك بما نظهره”.
  • “اللهم لا ينطوي عليك شيء من أمورنا، ولا يستتر دونك حال من أحوالنا، ولا لنا منك معقل يحصّننا، ولا حرز يحرزنا، ولا هارب يفوتك منّا”.
  • “اللهمّ إنّ الظالم مهما كان سلطانه لا يمتنع منك فسبحانك أنت مدركه أينما سلك، وقادر عليه أينما لجأ، فمعاذ المظلوم بك، وتوكّل المقهور عليك”.
  • “اللهمّ إنّي أستغيث بك بعدما خذلني كلّ مغيث من البشر، وأستصرخك إذ قعد عنّي كلّ نصير من عبادك”.
  • “اللهم أطرق بابك بعدما أغلقت الأبواب المرجوّة، اللهمّ إنّك تعلم ما حلّ بي قبل أن أشكوه إليك، فلك الحمد سميعاً بصيراً لطيفاً قديرًا”.
  • “يا ربّ إنّي أحبّ العفو لأنك تحبّ العفو، فإن كان في قضائك النافذ وقدرتك الماضية أن ينيب أو يتوب، أو يرجع عن ظلمي أو يكفّ مكروهه عنّي، وينتقل عن عظيم ما ظلمني به، فأوقع ذلك في قلبه السّاعة الساعة وتب عليه واعفُ عنه يا كريم”.
  • “يا ربّ إن كان في علمك به غير ذلك، من مقام على ظلمي، فأسألك يا ناصر المظلوم المبغي عليه إجابة دعوتي، فخذه من مأمنه أخذ عزيزٍ مقتدر، وأفجئه في غفلته، مفاجأة مليك منتصر”
  • “اللهمّ أرغم أنفه، وعجّل حتفه، ولا تجعل له قوّة إلاّ قصمتها، ولا كلمة مجتمعة إلا فرّقتها، ولا قائمة علوّ إلاّ وضعتها، ولا ركناً إلاّ وهنته، ولا سبباً إلاّ قطعته”.
  • “يا رب إنّي لأعلم يا رب أنّ لك يومًا تنتقم فيه من الظالم للمظلوم، وأتيقّن أنّ لك وقتاً تأخذ فيه من الغاصب للمغصوب، ولا يخرج عن قبضتك أحد، ولا تخاف فوت فائت، ولكن ضعفي يبلغ بي على أناتك وانتظار حلمك، فقدرتك يا ربّي فوق كلّ قدرة، وسلطانك غالب على كلّ سلطان، ومعاد كلّ أحد إليك وإن أمهلته، ورجوع كلّ ظالم إليك وإن أنظرته”.


Tanda-Tanda Kemenangan bagi yang Terzalimi atas yang Zalim

Jangan tertipu oleh orang yang pernah berbuat zalim di masa lalu, yang angkuh dan sombong, menyebarkan kerusakan di bumi dan mengingkari hak-hak. 

Allah yang memegang kendali segala urusan, Dialah yang paling mengetahui dan paling mampu mengubah keadaan dalam sekejap mata. Berikut adalah tanda-tanda bahwa keadilan Allah akan datang:

1. Kehidupan orang yang zalim akan berbalik secara drastis, menjadi orang yang sengsara dan penuh kesulitan.


2. Allah mendekatkan orang yang terzalimi kepada-Nya, melimpahinya rahmat dan perlindungan-Nya.


3. Allah membela orang yang terzalimi dan mempermalukan orang yang zalim pada waktu yang tepat.


4. Orang yang zalim, meskipun mendapatkan nikmat dunia, adalah orang yang paling tidak bahagia.


5. Semakin kerasnya hati orang yang zalim adalah tanda bahwa kemenangan bagi yang terzalimi sudah dekat.



Air Mata Orang yang Terzalimi di Hadapan Allah

Orang yang terzalimi mungkin merasa tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan untuk melawan orang yang menzaliminya. Namun, hendaklah ia yakin bahwa Allah akan menolongnya. Doa dan air matanya bukan hal yang sepele di hadapan Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Ibrahim:

"Dan janganlah kamu mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan (siksa) mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak." (QS. Ibrahim: 42)

Dan dalam Surah al-Fil:

"Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar." (QS. al-Fil: 2-4)

Allah telah memperingatkan orang yang zalim tentang doa orang yang terzalimi.





Air mata orang yang terzalimi tidaklah dianggap remeh oleh Allah. 
Ketika mereka menangis karena kezaliman yang menimpa mereka, Allah mendengar, dan balasan bagi yang menzalimi akan datang pada waktunya. 
Kezaliman adalah salah satu dosa yang sangat memberatkan di hadapan Allah. Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya bahwa doa orang yang terzalimi sangat kuat, dan orang yang zalim akan menerima akibat perbuatannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman dalam Surah Al-Isra’:
"Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan suatu negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-Isra’: 16)

Maka, tidak ada satu pun tindakan kezaliman yang tidak akan dibalas. 
Allah memberikan kesempatan kepada orang yang zalim untuk bertaubat, namun jika tidak, maka hukuman Allah tidak akan luput darinya. 
Kezaliman adalah perbuatan yang merusak harmoni masyarakat dan menyebabkan banyak penderitaan, dan ini adalah salah satu alasan utama mengapa Allah sangat menekankan keadilan dan memperingatkan tentang bahaya kezaliman.

Allah sebagai Pelindung bagi yang Terzalimi

Dalam menghadapi kezaliman, orang yang terzalimi harus tetap teguh dan bersabar. Kunci untuk mendapatkan pertolongan dari Allah adalah sabar dan terus berserah diri kepada-Nya. 
Sesungguhnya, Allah adalah sebaik-baik pelindung dan penolong. 
Orang yang terzalimi hendaknya selalu berdoa, yakin bahwa pertolongan Allah akan datang. Firman Allah dalam Surah Ghafir:

"Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman karena keimanan mereka. Mereka tidak disentuh oleh azab dan mereka tidak akan bersedih hati." (QS. Ghafir: 9)

Keadilan Allah akan terwujud pada waktu yang tepat, dan ketika saatnya tiba, orang yang terzalimi akan mendapatkan keadilan, dan orang yang zalim akan merasakan akibat perbuatannya.


Kesabaran dan Doa: Kunci Kemenangan bagi yang Terzalimi

Orang yang terzalimi dianjurkan untuk selalu bersabar dan berdoa kepada Allah, karena setiap doa yang dipanjatkan dengan hati yang tulus akan didengar oleh-Nya. Doa yang dipanjatkan dengan penuh keyakinan di waktu-waktu yang mustajab, seperti di sepertiga malam terakhir, setelah shalat, atau saat sedang berpuasa, akan lebih besar peluangnya untuk dikabulkan.

Di akhirat, keadilan yang sejati akan ditegakkan, dan semua kezaliman akan dihukum dengan adil. Inilah janji Allah yang pasti, dan bagi setiap orang yang terzalimi, mereka harus yakin bahwa pertolongan Allah akan datang cepat atau lambat, di dunia ini atau di akhirat.





Kehancuran bagi Orang yang Zalim

Orang yang zalim mungkin tampak menikmati kehidupan mereka di dunia ini, tetapi pada kenyataannya, hidup mereka penuh dengan keburukan dan kekosongan. Allah tidak memberkati kehidupan mereka, dan mereka tidak akan merasakan ketenangan atau kedamaian hati. 
Mereka terus-menerus dihantui oleh rasa bersalah dan kegelisahan. 
Ini adalah bentuk balasan duniawi dari Allah, sementara hukuman di akhirat jauh lebih berat dan menyakitkan.

Allah memberikan orang zalim waktu untuk bertaubat, tetapi jika mereka terus-menerus dalam kezaliman dan tidak mau berubah, Allah akan menurunkan hukuman yang sangat berat kepada mereka, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam:

"Sesungguhnya Allah menangguhkan (hukuman) bagi orang yang zalim, sampai ketika Dia mengambilnya, Dia tidak akan membiarkannya pergi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Allah mungkin memberi kesempatan bagi orang yang zalim untuk berubah, tetapi jika mereka terus berbuat zalim, hukuman-Nya akan datang dengan sangat keras dan tidak ada jalan keluar baginya.


Balasan untuk Kezaliman di Hari Kiamat

Di hari kiamat, segala bentuk kezaliman akan diadili dengan adil oleh Allah. 
Orang yang zalim akan dihadapkan pada dosa-dosanya dan akan dituntut atas setiap tindakan kezaliman yang mereka lakukan di dunia. 
Setiap orang yang mereka zalimi akan mendapatkan balasannya, dan orang yang zalim akan kehilangan amal kebaikannya, karena amal tersebut akan diberikan kepada orang yang mereka zalimi sebagai bentuk kompensasi.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

"Tahukah kalian siapa yang bangkrut? Mereka menjawab: Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki harta dan kekayaan. 
Rasulullah menjawab: Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang di hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi dia telah mencaci maki orang ini, memfitnah orang itu, mengambil harta orang ini, menumpahkan darah orang itu, dan memukul orang ini. Maka orang-orang yang dia zalimi akan mengambil pahala-pahalanya. Jika pahalanya habis sebelum dia membayar semua yang dia zalimi, maka dosa-dosa orang-orang yang dia zalimi akan dipikulkan kepadanya, dan dia akan dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa kezaliman akan membuat seseorang kehilangan pahala yang telah mereka kumpulkan, dan pada akhirnya mereka akan terjerumus ke dalam neraka jika amal kebaikan mereka tidak cukup untuk menutupi dosa-dosa mereka.


Kemenangan Akhir bagi yang Terzalimi

Orang yang terzalimi akan mendapatkan kemenangan pada akhirnya, baik di dunia maupun di akhirat. 
Di dunia, mereka akan melihat akibat buruk dari perbuatan zalim yang dilakukan terhadap mereka. 
Dalam banyak kasus, kehidupan orang yang zalim akan hancur dan mereka akan menyesal atas apa yang mereka lakukan, meskipun sering kali penyesalan tersebut datang terlambat.

Di akhirat, orang yang terzalimi akan mendapatkan pembalasan yang adil. 
Allah akan memberikan mereka pahala yang besar atas kesabaran dan ketabahan mereka dalam menghadapi kezaliman, serta mengangkat derajat mereka di sisi-Nya. 
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

"Dan Kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali).' Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk." (QS. Al-Baqarah: 155-157)

Kesabaran adalah kunci untuk memenangkan pertolongan Allah, dan orang yang sabar akan mendapatkan balasan yang sangat besar di dunia dan akhirat. Sebagai penutup, orang yang terzalimi harus selalu yakin bahwa pertolongan Allah pasti akan datang, dan mereka akan melihat keadilan ditegakkan baik di dunia maupun di akhirat.





Tanda-Tanda Kemenangan Bagi yang Terzalimi

Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa kemenangan bagi yang terzalimi semakin dekat. 
Tanda-tanda ini sering kali muncul sebagai pertanda bahwa Allah mendengar doa-doa orang yang terzalimi dan bersiap untuk menimpakan keadilan kepada yang zalim.

1. Kehidupan Orang yang Zalim Mulai Berantakan
Salah satu tanda paling nyata adalah ketika kehidupan orang yang zalim mulai hancur, baik dalam hal kesehatan, harta, atau kedudukan. 
Allah bisa mengambil kebahagiaan dari hidup mereka, sehingga meskipun mereka terlihat makmur secara lahiriah, di dalam hati mereka merasa gundah dan tidak tenang. 
Mereka mungkin mengalami berbagai cobaan yang tidak bisa mereka atasi, dan ini menjadi tanda bahwa kezaliman mereka mulai mendapatkan balasannya.


2. Orang yang Terzalimi Semakin Diberkahi
Allah akan mendekatkan diri-Nya kepada orang yang terzalimi dengan memberinya kekuatan dan ketenangan hati. 
Orang yang terzalimi mungkin merasa bahwa cobaan yang mereka alami mendekatkan mereka kepada Allah dan menjadikan mereka lebih kuat secara spiritual. 
Dalam banyak kasus, mereka juga akan melihat berkah dalam kehidupan mereka yang datang dalam bentuk kebahagiaan, ketenangan, atau keberhasilan yang tak terduga.


3. Terbukanya Aib Orang yang Zalim
Tanda lain bahwa keadilan Allah mulai tegak adalah terbukanya aib atau kesalahan orang yang zalim di hadapan umum. 
Dalam banyak kasus, Allah akan mempermalukan orang yang zalim dengan mengungkap kejahatan atau tindakan tidak bermoral yang mereka lakukan. 
Hal ini bisa terjadi di dunia sebelum mereka menerima hukuman yang lebih berat di akhirat.


4. Hancurnya Kekuatan dan Kedudukan Orang yang Zalim
Allah sering kali mengambil kekuasaan dari tangan orang yang zalim. 
Meskipun mereka mungkin tampak tak terkalahkan pada awalnya, pada akhirnya mereka akan kehilangan kedudukan dan kekuatan mereka. 
Allah akan menjatuhkan mereka dari posisi yang mereka banggakan, dan mereka akan kehilangan dukungan dari orang-orang di sekitar mereka. Ini adalah cara Allah menegakkan keadilan di dunia.


5. Kehancuran Mendadak
Kadang-kadang, balasan bagi orang yang zalim datang secara tiba-tiba, seperti musibah atau bencana yang tak terduga. Dalam Al-Qur'an, banyak contoh yang menunjukkan bahwa Allah dapat menghancurkan orang-orang yang zalim dengan cara yang tidak terduga, seperti yang terjadi pada kaum Nabi Nuh, Fir’aun, dan lainnya. Allah mengingatkan bahwa orang yang zalim mungkin diberi waktu, tetapi ketika saatnya tiba, hukuman mereka datang tanpa peringatan.



Allah berfirman dalam Surah Ibrahim: "Dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak." (QS. Ibrahim: 42)


Peran Doa dalam Menyongsong Kemenangan

Salah satu senjata paling kuat bagi orang yang terzalimi adalah doa. 
Allah memberikan janji yang sangat kuat kepada orang yang terzalimi bahwa doa mereka akan dijawab, bahkan jika membutuhkan waktu. 
Doa adalah cara untuk berserah diri sepenuhnya kepada Allah, memohon keadilan, dan meminta agar Allah mengambil alih urusan yang terasa berat di pundak mereka.

Orang yang terzalimi hendaknya terus-menerus berdoa kepada Allah, khususnya di waktu-waktu yang mustajab, seperti:

Di sepertiga malam terakhir

Setelah shalat

Antara azan dan iqamah

Saat sedang berpuasa

Pada waktu sahur atau menjelang subuh


Dengan keyakinan penuh bahwa Allah adalah penolong yang sejati, setiap doa yang dipanjatkan akan memberikan kekuatan tambahan kepada orang yang terzalimi dan mendekatkan mereka kepada kemenangan. 

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah:

"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Al-Baqarah: 186)

Kesimpulan

Kezaliman adalah salah satu perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah, dan setiap bentuk kezaliman akan dibalas baik di dunia maupun di akhirat. 
Orang yang terzalimi harus terus bersabar, berdoa, dan percaya bahwa pertolongan Allah pasti akan datang. Kemenangan bagi yang terzalimi adalah janji Allah yang pasti, dan Allah tidak akan pernah membiarkan kezaliman tanpa balasan.

Dalam menghadapi cobaan kezaliman, orang yang terzalimi akan mendapatkan keberkahan, baik di dunia dengan ketenangan hati, maupun di akhirat dengan balasan yang besar dari Allah. 
Sementara itu, orang yang zalim akan merasakan akibat buruk dari perbuatan mereka, baik dalam bentuk kehancuran di dunia maupun siksa yang berat di akhirat.



NASHRULLAH QARIB


 NASHRULLAH QARIB 
("PERTOLONGAN ALLAH ITU DEKAT"):



Segala puji bagi Allah yang memuliakan Islam dengan pertolongan-Nya, menghinakan kesyirikan dengan kekuasaan-Nya, yang mengatur segala urusan dengan perintah-Nya, yang memperdaya orang-orang kafir dengan tipu daya-Nya, yang menjadikan akhir yang baik bagi orang-orang bertakwa dengan karunia-Nya, dan yang menampakkan agama-Nya di atas segala agama. 

Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, teladan kita, dan pemimpin kita, Muhammad Rasulullah, dengan salam dan doa terbaik, serta kepada keluarganya, para sahabatnya, dan mereka yang menolong agamanya dan mengikuti petunjuknya. Amma ba’du.

Bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah, dengan sebenar-benar takwa, dan perhatikanlah Dia dalam segala keadaan, baik dalam terang maupun tersembunyi. 

Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam.”

Wahai hamba-hamba Allah:

Sesungguhnya umat Islam adalah satu tubuh, walau pun tempat tinggal mereka berjauhan, bangsa dan warna kulit mereka berbeda, dan negeri mereka terpisah-pisah.

Orang-orang beriman adalah satu umat, saling mendukung satu sama lain, saling menyayangi, dan turut bergembira dengan kebahagiaan saudaranya, serta turut bersedih dan merasakan sakit atas musibah dan penderitaannya. 

Allah berfirman: "Dan orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain."

Nabi ﷺ bersabda: "Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling memperkokoh satu sama lain." (HR. Bukhari).

Di antara hal yang menggembirakan orang-orang yang bertauhid dan menyejukkan hati orang-orang beriman adalah kemenangan yang Allah berikan atas musuh-musuh-Nya, yaitu kaum Zionis yang melampaui batas. 
Ini adalah karunia besar dari Allah. 

Allah berfirman: "Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira."

Wahai kaum Mukminin:

Sesungguhnya Allah adalah pelindung dan penolong. Pertolongan itu berasal dari-Nya dan ada dalam kekuasaan-Nya. 
Dialah yang menolong dan memberikan kekuatan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. 
Tak ada makhluk yang memiliki kuasa atas dirinya sendiri untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudarat, apalagi memberikan kemuliaan dan pertolongan kepada yang lain. 
Maka yang ditolong adalah orang yang ditolong oleh Allah, dan yang dikalahkan adalah orang yang ditinggalkan oleh Allah.

Manusia telah mengambil tandingan selain Allah dengan harapan mendapatkan pertolongan, tetapi rumah mereka lebih rapuh daripada sarang laba-laba.

Allah berfirman: "Dan mereka mengambil selain Allah sebagai tuhan-tuhan agar mereka dapat ditolong. Mereka tidak mampu menolong mereka, bahkan mereka itu menjadi tentara yang dihadirkan untuk mempertahankan mereka." (QS. Yasin: 74-75).

Sedangkan kaum Mukminin, semboyan dan prinsip hidup mereka adalah perkataan Nabi ﷺ: "Ya Allah, Engkau adalah penolong dan pembelaku. Dengan-Mu aku bergerak, dengan-Mu aku berperang, dan dengan-Mu aku melawan." (HR. Abu Daud).

Mereka meyakini firman Allah: "Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran: 126).

Dan firman-Nya: "Jika Allah menolongmu, maka tak ada yang bisa mengalahkanmu, dan jika Allah meninggalkanmu, maka siapa lagi yang bisa menolongmu setelah itu?" (QS. Ali Imran: 160).

Allah adalah penolong karena Dialah yang memiliki kekuatan dan kuasa mutlak. Segala sesuatu, baik di bumi maupun di langit, semuanya ada dalam kekuasaan-Nya. 
Dia memiliki tentara yang tak diketahui kecuali oleh-Nya, yang mengirim angin, menghancurkan dengan suara keras, mengguncang bumi, mengirim petir, dan melemparkan batu dari tanah liat yang keras.

Allah berfirman: "Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka yang lebih kuat daripada mereka? Allah tidak dapat dikalahkan oleh sesuatu pun di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Fatir: 44).

Wahai hamba-hamba Allah:

Sebagian orang, karena lemahnya keyakinan mereka kepada Allah dan karena mereka melihat penindasan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah, mungkin berpikir bahwa kekuasaan telah selamanya menjadi milik orang-orang kafir, dan bahwa kaum Muslimin telah dihukumi untuk kalah selamanya. 
Ini adalah prasangka buruk kepada Allah.

Betapa hinanya orang-orang kafir di hadapan Allah yang Maha Agung lagi Maha Besar. 
Mereka berada dalam genggaman-Nya, ubun-ubun mereka ada dalam kuasa-Nya, dan mereka tidak bisa melawan-Nya.

Bukankah Dia yang berfirman: "Dan janganlah orang-orang kafir itu mengira bahwa mereka dapat mendahului Kami. Sesungguhnya mereka tidak akan bisa melawan Kami." (QS. Al-Anfal: 59).

Bukankah Allah telah menetapkan kehinaan dan kerendahan bagi orang-orang yang kafir kepada-Nya dan memerangi agama-Nya? 

Allah berfirman: "Maka Allah membuat mereka merasakan kehinaan dalam kehidupan dunia dan sungguh, azab akhirat lebih besar, jika mereka mengetahui." (QS. Az-Zumar: 26).

Kaum Yahudi, pembunuh para nabi, yang telah mengubah kitab-kitab Allah, yang Allah murkai dan laknati, dan yang telah Allah hina dan jadikan mereka sebagai contoh bagi seluruh umat manusia, kini juga merasakan kehinaan tersebut. 
Mereka lari seperti tikus, tanpa bisa berbuat apa-apa.

Wahai kaum Mukminin:

Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat, bukanlah sesuatu yang mustahil, bukan pula sebuah angan-angan. 

Bukankah Allah berfirman: "Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (QS. Al-Baqarah: 214).

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 
Dia menolong siapa yang Dia kehendaki dengan hikmah dan kekuasaan-Nya, kapan saja Dia kehendaki. 
Allah tidak tergesa-gesa sebagaimana hamba-hamba-Nya tergesa-gesa. 
Mungkin Allah menunda pertolongan karena alasan yang hanya Dia yang mengetahuinya.

Allah berfirman: "Dan jika Allah menghendaki, Dia bisa saja membalas mereka, tetapi Dia menundanya untuk menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain." (QS. Muhammad: 4).

Kadang-kadang, Allah menunda pertolongan karena umat belum mencapai syarat-syaratnya. 
Sebab Allah telah menetapkan syarat-syarat untuk pertolongan, dan Dia telah membuatnya bergantung pada upaya tertentu. 
Jika umat tidak memenuhi syarat tersebut, bagaimana mungkin mereka berharap pertolongan?

Syarat pertama ;
Dan yang paling utama adalah iman kepada Allah dan tauhid-Nya, bersandar hanya kepada-Nya, dengan sepenuh hati memohon perlindungan-Nya, dan menjauhkan diri dari segala kekuatan dan kemampuan yang selain dari-Nya.

Allah berfirman: "Dan adalah hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman." (QS. Ar-Rum: 47). 

Bagaimana mungkin orang-orang yang ragu dan munafik berharap pertolongan?


Maka, sesuai dengan tingkat keimanan seorang hamba, Allah akan memberikan bantuan dan pertolongan-Nya. 

Apabila keimanan umat ini lemah, maka pertolongan Allah pun akan tertunda. Namun apabila keimanan menguat, maka pertolongan Allah akan datang. 
Itulah janji Allah bagi orang-orang yang beriman.

Syarat kedua; 
Adalah ketaatan kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan. Pertolongan Allah tidak akan datang kepada mereka yang mendurhakai-Nya, melakukan dosa, dan berpaling dari hukum-Nya. 
Sebab Allah telah menegaskan bahwa Dia tidak akan menolong orang-orang yang zalim dan tidak akan memberikan kemenangan kepada mereka yang menjauh dari petunjuk-Nya. 

Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra’d: 11).

Apakah umat ini ingin meraih kemenangan tanpa menegakkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya? 

Apakah mereka berharap kebangkitan tanpa menghentikan kemaksiatan yang merajalela di kalangan mereka? 

Allah berfirman: "Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad: 7).

Oleh karena itu, wahai kaum Mukminin, kita harus kembali kepada Allah dengan sepenuh hati, bertaubat dari segala dosa, dan memperbaiki hubungan kita dengan-Nya. 
Kita harus berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan syariat-Nya, menjauhi segala bentuk kemaksiatan, serta menolong agama-Nya dengan keikhlasan dan ketundukan. 
Hanya dengan cara ini pertolongan Allah akan datang, dan musuh-musuh Islam akan dikalahkan.

Syarat ketiga; 
Adalah kesatuan dan persatuan umat Islam. 
Selama umat ini terpecah belah, saling bertikai, dan sibuk dengan urusan duniawi, maka sulit bagi mereka untuk meraih kemenangan. 

Allah berfirman: "Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Anfal: 46).

Perpecahan adalah salah satu penyebab utama kekalahan umat ini. 
Musuh-musuh Islam memanfaatkan kelemahan ini untuk menindas dan merusak umat. 
Maka kita harus bersatu di bawah panji Islam, dengan mengedepankan kepentingan umat di atas segala kepentingan individu atau golongan. 
Kita harus kembali kepada ikatan iman yang menyatukan kita, dan menyingkirkan segala bentuk perpecahan yang memecah belah kita.

Wahai kaum Mukminin, kita harus percaya bahwa kemenangan Islam pasti akan tiba. Meskipun musuh-musuh Islam tampak kuat dan dominan, sesungguhnya mereka hanya menunda kehancuran mereka sendiri. 

Allah berfirman: "Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa penangguhan waktu yang Kami berikan kepada mereka itu lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya dosa mereka bertambah-tambah, dan bagi mereka azab yang menghinakan." (QS. Ali Imran: 178).

Maka janganlah kita berputus asa, karena sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat. 
Jika kita bersabar, memperbaiki hubungan kita dengan Allah, dan mengikuti petunjuk-Nya, niscaya kita akan melihat kemenangan dan kemuliaan Islam kembali tegak di muka bumi ini.

Wahai hamba-hamba Allah:

Berdoalah kepada Allah dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. 
Mohonlah kepada-Nya agar Dia menolong kita dan menjadikan kita umat yang beriman, bertakwa, dan bersatu. 
Mohonlah agar Allah menghancurkan musuh-musuh Islam dan membalas mereka dengan azab yang pedih. 
Karena sesungguhnya Allah Maha Mendengar doa-doa hamba-Nya dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Allah berfirman: "Dan katakanlah: Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, dan sikap kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan teguhkanlah kaki kami, serta tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Ali Imran: 147).

Semoga Allah memberikan kepada kita semua kebaikan di dunia dan di akhirat. Semoga Allah meneguhkan keimanan kita, menyatukan hati kita, dan menolong kita melawan musuh-musuh-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya hingga hari kiamat.