GAMBARAN KEMENANGAN BAGI PARA MUKMIN DALAM SURAH GHAFIR
Penulis: Ibrahim Labib
Allah -Yang Maha Agung- telah menjanjikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kemenangan dan penguasaan dalam Kitab-Nya yang mulia. Salah satu surah yang penuh dengan janji kemenangan adalah Surah Ghafir.
Artikel ini akan menyoroti apa yang terkandung dalam konteks ini dalam surah ini secara khusus, serta pentingnya pemahaman mengenai hal tersebut dalam realitas kita, dan menguraikan beberapa permasalahan terkait dengan konsep janji ini.
Segala puji bagi Allah yang telah mewajibkan atas diri-Nya yang mulia -sebagai sebuah anugerah dan kemurahan- untuk menolong hamba-hamba-Nya yang beriman; sebagaimana firmannya yang benar:
{وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ}
[Ar-Rum: 47].
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita dan kekasih kita Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam- yang dipenuhi dengan kemenangan dan penguasaan oleh Allah; di mana Dia menurunkan wahyu-Nya di akhir usia beliau:
{إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ * وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا * فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا}
[An-Nasr: 1-3].
Adapun setelah itu, banyak sekali ayat dalam Al-Qur'an dan sunah Nabi terakhir yang menjanjikan kemenangan dan penguasaan bagi hamba-hamba Allah yang beriman.
Surah Ghafir mencakup beberapa gambaran mengenai kemenangan dan penguasaan tersebut, dan kami ingin menyoroti gambaran-gambaran ini untuk pentingnya pemahaman akan hakikat kemenangan Allah dan janji-Nya kepada para nabi dan rasul serta para pengikut mereka yang baik hingga hari kiamat; agar setiap mukmin dapat memahami keadaan mereka.
Allah benar-benar berbicara kebenaran dan Dia memberi petunjuk jalan yang benar.
Artikel ini akan memberikan pengantar untuk menyoroti secara umum gagasan tentang janji-janji kemenangan dan penguasaan serta pentingnya dalam kehidupan kita saat ini, serta menguraikan beberapa permasalahan dalam pemahaman hal tersebut, serta alasan pemilihan Surah Ghafir untuk menelaah gambaran-gambaran kemenangan dan penguasaan dari surah ini.
Pengantar:
Ayat-ayat yang menjanjikan Allah kepada para mukmin tentang kemenangan dan penguasaan dalam Al-Qur'an sangat banyak.
Tidak mungkin untuk menyebutkan semuanya di sini, sehingga kami cukup menyebutkan sebagian. Di antaranya adalah firman-Nya:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ}
[Ghafir: 51],
dan firman-Nya:
{كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ}[Al-Mujadila: 21],
serta firman-Nya:
{وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ * إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ * وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ}
[As-Saffat: 171-173].
Janji Allah bukan hanya terbatas pada kemenangan atas musuh, tetapi juga mencakup janji untuk menguasai di bumi dan penguasaan.
Allah telah menjanjikan hamba-hamba-Nya yang beriman -dan janji-Nya adalah kebenaran- dalam Al-Qur'an, sebagaimana firman-Nya:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا}
[An-Nur: 55].
Namun, di sini terdapat masalah yang muncul di kalangan banyak orang, yaitu:
di mana kemenangan itu sementara kita melihat banyak mukmin yang disakiti, dianiaya, dan bahkan mungkin dibunuh di berbagai tempat dan waktu?
Jawaban atas pertanyaan ini perlu diawali dengan suatu kebenaran iman yang harus tertanam dalam hati setiap mukmin, yaitu bahwa Al-Qur'an ini adalah kalam Allah, dan merupakan kitab yang mulia yang tidak akan didekati oleh kebatilan, baik dari depan maupun belakang.
Mukmin harus yakin bahwa janji Allah adalah benar dan bahwa Dia tidak akan mengingkari janji-Nya.
Mereka harus memiliki keyakinan yang mantap dan percaya sepenuhnya. Ketika mukmin melihat kenyataan di lapangan bertentangan dengan apa yang dijanjikan Allah dalam kitab-Nya, mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali dua hal:
Pertama:
Mereka harus menganggap diri mereka sendiri telah melakukan kesalahan dalam memenuhi syarat kemenangan, dan bahwa keadaan mereka saat ini tidak memenuhi syarat untuk memenuhi janji Allah. Sebab, Allah menjanjikan kemenangan bagi mereka yang layak, bagi siapa yang memenuhi syarat tersebut.
Dia berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ}
[Muhammad: 7].
Ini adalah sikap para mukmin awal.
Jika kemenangan terlambat bagi mereka, mereka akan introspeksi diri, mencari dosa dan kekurangan, karena keyakinan mereka bahwa janji Allah tidak akan pernah gagal. Jika mereka tidak berhasil, mungkin itu disebabkan oleh dosa-dosa mereka.
{أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
[Ali Imran: 165].
Kedua:
Mungkin mereka tidak memahami ucapan Tuhan Semesta Alam dalam janji-janji-Nya tentang penguasaan, yang disebabkan oleh dua hal:
1. Kurangnya pemahaman tentang sunnah Ilahi dalam mencapai kemenangan.
Allah -Yang Maha Agung- tidak memberikan kekuasaan kepada hamba-hamba-Nya di bumi kecuali setelah mereka diuji.
Kita memiliki teladan yang baik dalam sejarah Nabi Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, yang pada masa Mekkah bersama sahabat-sahabatnya berada dalam kondisi yang lemah, kemudian Allah memberikan kekuasaan kepada mereka setelah hijrah hingga wafatnya -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-.
Oleh karena itu, ketika Imam Syafi'i -rahimahullah- ditanya, mana yang lebih baik bagi seorang pria, apakah dia diberi kekuasaan atau diuji?
Ia menjawab: “Tidak mungkin dia diberi kekuasaan sampai dia diuji.”
2. Kurangnya pemahaman tentang hakikat kemenangan dan membawanya pada satu gambaran mental saja.
Dalam artikel ini -Insya Allah- akan dijelaskan bahwa kemenangan Allah -Yang Maha Agung- bagi para mukmin memiliki banyak gambaran selain yang langsung terlintas dalam pikiran.
Mengapa Memilih Surah Ghafir?
Al-Qur'an dipenuhi dengan janji-janji Allah tentang kemenangan bagi para mukmin, seperti yang telah disebutkan. Namun, kami memilih Surah Ghafir sebagai subjek studi karena keistimewaannya dalam menggambarkan pertarungan antara hak dan batil, iman dan kekufuran, serta bagaimana surah ini menunjukkan kepada kita bahwa kekuasaan orang-orang yang batil di bumi dan dominasi mereka pada akhirnya akan berujung pada kerugian dan kebinasaan, betapapun kuatnya mereka dan berapa lama pun waktu yang berlalu.
Pada awal ayat-ayat surah ini, kita menemukan bahwa ia menjelaskan keadaan orang-orang yang batil:
{مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللَّهِ إِلَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَا يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلَادِ}
[Ghafir: 5].
Dan pada akhir surah, ayat terakhir, bahkan kalimat terakhir dari ayat dan surah ini adalah:
{وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَافِرُونَ}
[Ghafir: 85].
Ini jelas merupakan penegasan bahwa pada akhirnya, kemenangan pasti akan berpihak kepada orang-orang yang hak, yaitu para rasul dan pengikut mereka, sebagaimana dinyatakan dalam ayat:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ}
[Ghafir: 51].
Gambaran Kemenangan Allah bagi Para Mukmin dalam Surah Ghafir:
Surah ini dibuka dengan dua nama agung dari nama-nama Allah:
{حم * تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
[Ghafir: 1-2].
Surah ini dimulai dengan penegasan bahwa segala kemuliaan adalah milik Allah semata; dan salah satu konsekuensi dari nama ini adalah bahwa Allah akan memberikan kemuliaan ini kepada siapa saja yang beriman kepada-Nya dan mengikuti keridhaan-Nya:
{وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ}
[Al-Munafiqun: 8].
Kemuliaan adalah tema utama surah ini, yang mendorong kita untuk mencari tanda-tanda dan manifestasi kemuliaan Allah dalam surah ini, di antaranya adalah kemenangan Allah -Yang Maha Agung- bagi para mukmin:
{وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ}
[Ali Imran: 126].
Beberapa gambaran kemenangan Allah bagi para mukmin dalam Surah Ghafir adalah:
1. Pertolongan dengan Kemenangan dan Kekuatan serta Kehancuran bagi Orang-Orang Zalim:
Sudah diketahui apa yang terjadi pada Firaun dan pasukannya berupa tenggelam dan kehancuran, serta penyelamatan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman, dan pemberian kekuasaan kepada mereka di bumi setelah sebelumnya mereka ditindas:
"Dan Kami wariskan kepada kaum yang telah ditindas itu bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. Telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik (sebagai janji) kepada Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang dibuat oleh Firaun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun" (Al-A'raf: 137).
Dan kehancuran bagi orang-orang zalim seperti Firaun dan pasukannya juga ditegaskan dalam firman Allah di Surat Ghafir:
"Maka Allah melindunginya dari kejahatan tipu daya mereka, sedangkan kepada pengikut-pengikut Firaun ditimpakan azab yang buruk. Kepada mereka diperlihatkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari ketika Kiamat terjadi (Dikatakan kepada malaikat): 'Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang paling berat'" (Ghafir: 45-46).
Maka, Al-Qur'an tidak hanya menyebutkan kehancuran mereka di dunia, tetapi juga menyebutkan azab mereka di alam barzakh dan pada hari Kiamat.
Di tengah-tengah dialog antara Mukmin dari keluarga Firaun dengan kaumnya, disebutkan kehancuran yang Allah timpakan kepada umat-umat sebelumnya yang mendustakan rasul-rasul mereka.
Ia berkata:
"Dan orang yang beriman itu berkata, 'Wahai kaumku! Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti hari kehancuran golongan-golongan (yang menentang rasul), seperti keadaan kaum Nuh, 'Ad, Tsamud dan orang-orang yang datang setelah mereka. Dan Allah tidak menghendaki berbuat zalim terhadap hamba-hamba-Nya'" (Ghafir: 30-31).
Bentuk pertolongan ini (kemenangan, kekuatan, dan kehancuran bagi orang-orang zalim) adalah bentuk pertama dari pertolongan yang langsung terlintas dalam pikiran, tetapi ini bukanlah satu-satunya bentuk pertolongan.
2. Pertolongan dengan Argumen dan Penjelasan:
Sebagian mufasir menafsirkan firman Allah:
"Sesungguhnya Kami pasti menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia" (Ghafir: 51),
sebagai pertolongan dengan argumen dan penjelasan.
Abu Al-‘Aliyah -rahimahullah- berkata tentang firman Allah:
"Sesungguhnya Kami pasti menolong rasul-rasul Kami", "
Itu dalam bentuk argumen; Allah membuka hujjah mereka di dunia."
Bentuk pertolongan ini terwujud dalam Surat Ghafir dalam bentuk argumen kuat yang dihadapkan oleh Mukmin dari keluarga Firaun kepada kaumnya.
Jelas dalam ucapannya bahwa argumennya lebih kuat dari kaumnya, dan mereka tidak mampu menjawabnya. Karena pentingnya kisah Mukmin dari keluarga Firaun terhadap tema surat ini, salah satu nama surat ini adalah "Surat Al-Mu’min", yang dinisbahkan kepada Mukmin dari keluarga Firaun.
Ibnu Qayyim berkata: "Setiap sulthan (kekuasaan) dalam Al-Qur'an adalah hujjah (argumen), sebagaimana firman Allah:
'Ataukah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kamu orang yang benar' (Ash-Shaffat: 156-157),
dan firman-Nya:
'Itu hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu buat-buat, Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang itu' (An-Najm: 23),
dan firman-Nya:
'Ataukah Kami menurunkan kepada mereka suatu keterangan sehingga keterangan itu membenarkan apa yang mereka persekutukan' (Ar-Rum: 35).
Ini karena hujjah menguasai lawannya. Pemilik hujjah memiliki kekuasaan dan kemampuan atas lawannya, meskipun ia lemah secara fisik. Inilah salah satu bentuk pertolongan yang Allah berikan kepada para rasul dan orang-orang beriman di dunia,
sebagaimana firman Allah:
'Sesungguhnya Kami pasti menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari ketika saksi-saksi berdiri' (Ghafir: 51)."
Keadaan ini adalah keadaan setiap mukmin yang memiliki keyakinan teguh bahwa Allah adalah kebenaran, dan apa yang mereka sembah selain-Nya adalah kebatilan.
Karena itu, salah satu ciri utama orang-orang sesat adalah bahwa mereka selalu dalam keadaan bingung dan pernyataan yang bertentangan, mereka tidak memiliki hujjah yang kuat, sebagaimana firman Allah tentang orang-orang musyrik terkait pernyataan batil mereka:
"...Katakanlah: 'Apakah kamu mempunyai suatu ilmu sehingga kamu dapat mengemukakannya kepada Kami?' Kamu hanya mengikuti dugaan, dan kamu hanyalah berdusta" (Al-An'am: 148-149).
Inilah permasalahannya:
'Apakah kamu mempunyai suatu ilmu sehingga kamu dapat mengemukakannya kepada Kami?'
Apakah kamu memiliki kitab dari Allah? Ataukah masalah ini hanya mengikuti dugaan: '
Kamu hanya mengikuti dugaan, dan kamu hanyalah berdusta.'
Maka, siapa yang membangun keyakinannya di atas dugaan dan kebohongan, tidak diragukan lagi ia dalam kesesatan yang nyata, berbeda dengan orang yang membangun aqidah dan keyakinannya di atas wahyu dari Allah dan petunjuk:
'Apakah orang yang berada di atas keterangan yang nyata dari Tuhannya sama dengan orang yang dijadikan buruk perbuatannya dan mereka mengikuti hawa nafsu mereka?' (Muhammad: 14).
Dan Allah berfirman dalam surat yang sama setelah kisah Mukmin dari keluarga Firaun:
"Sesungguhnya orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah tanpa alasan yang datang kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka selain kesombongan yang mereka tidak akan mencapainya" (Ghafir: 56).
Ibnu Katsir berkata: "Firman-Nya: 'Sesungguhnya orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah tanpa alasan yang datang kepada mereka',
yaitu: mereka menolak kebenaran dengan kebatilan, dan mereka menolak hujjah yang benar dengan syubhat yang rusak tanpa bukti dan hujjah dari Allah.
'Tidak ada dalam dada mereka selain kesombongan yang mereka tidak akan mencapainya,'
maksudnya, mereka hanya memiliki kesombongan dalam hati mereka terhadap mengikuti kebenaran, dan meremehkan orang yang membawanya, tetapi tujuan mereka untuk memadamkan kebenaran dan meninggikan kebatilan tidak akan tercapai, melainkan kebenaranlah yang akan diangkat, dan ucapan serta tujuan mereka akan dihancurkan."
Qatadah berkata: "Firman Allah: 'Sesungguhnya orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah tanpa alasan yang datang kepada mereka',
yaitu: tidak datang kepada mereka alasan untuk itu.
'Tidak ada dalam dada mereka selain kesombongan yang mereka tidak akan mencapainya,' maksudnya: kesombongan dalam hati mereka."
As-Sa’di berkata: "...Ini adalah teks yang jelas dan kabar gembira bahwa setiap orang yang membantah kebenaran akan kalah, dan setiap orang yang sombong terhadapnya pada akhirnya akan hina."
3. Kemenangan dengan Melemahkan Para Kafir dan Menggagalkan Rencana Mereka:
Ini adalah salah satu jenis kemenangan yang sedikit disadari, yaitu bahwa Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dapat memberikan kemenangan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman -terutama jika mereka adalah orang-orang yang lemah- hanya dengan menghentikan tangan para zalim dari mereka dan menggagalkan rencana mereka.
Sa'di berkata: "Jika kamu merenungkan realita, kamu akan melihat bahwa kemenangan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman berputar di antara dua hal ini, tidak keluar dari keduanya; entah kemenangan bagi mereka, atau kelemahan bagi mereka."
Al-Tabari menjelaskan ketika menafsirkan firman-Nya:
{لِيَقْطَعَ طَرَفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَوْ يَكْبِتَهُمْ فَيَنْقَلِبُوا خَائِبِينَ}
[آل عمران: 127]:
"Sedangkan tentang firman-Nya:
{أَوْ يَكْبِتَهُمْ},
maka maksudnya adalah: atau menghina mereka dengan kegagalan atas apa yang mereka harapkan dari kemenangan atas kalian."
Sa'di dalam menafsirkan ayat tersebut berkata:
"Artinya: Kemenangan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, tidak lebih dari memutuskan sebagian dari orang-orang kafir, atau mereka kembali dengan kemarahan mereka, tidak mendapatkan kebaikan, sebagaimana Allah mengembalikan mereka pada hari Khandaq, setelah mereka datang dengan semangat yang kuat, Allah mengembalikan mereka dengan kemarahan yang gagal."
Contoh lain dari ini adalah firman Allah:
{إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}
[التوبة: 40].
Allah menyebutkan penggagalan rencana para kafir terhadap Nabi-Nya sebagai kemenangan bagi rasul-Nya dan kehinaan bagi musuh-musuh-Nya.
Adapun tentang jenis kemenangan ini dalam Surah Ghafir, terwujud dalam penolakan Allah terhadap gangguan Fir'aun dan kaumnya terhadap orang-orang beriman dari keluarga Fir'aun, setelah orang beriman tersebut menyerahkan urusannya kepada Tuhan semesta alam, maka terakhir kali dia berkata kepada kaumnya:
{فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ}
[غافر: 44].
Maka hasilnya adalah:
{فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ}
[غافر: 45].
Bukan satu kejahatan dari mereka, tetapi banyak kejahatan, dan beberapa mufassir menyebutkan bahwa Fir'aun dan pengikutnya berpikir untuk membunuhnya, membakarnya, memotong-motong tubuhnya, dan berbagai jenis musibah dan azab untuk menuntaskannya, tetapi Allah -Subhanahu wa Ta'ala- menjaga-Nya, maka Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
4. Kemenangan dengan Pembalasan Allah terhadap Mereka yang Menzalimi Para Mukmin dan Membela Perjuangan Mereka yang Mereka Jalani:
Telah kita lewati bahwa Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dapat memberikan kemenangan kepada para mukmin dalam kehidupan mereka, tetapi di sini muncul permasalahan, bahwa ada dalam kenyataan bahwa sebagian nabi dan orang beriman dibunuh tanpa mereka melihat kemenangan.
Jawabannya adalah bahwa kemenangan dalam keadaan ini adalah dengan pembalasan Allah -Subhanahu wa Ta'ala- terhadap para zalim dan membela perjuangan orang-orang beriman yang mereka jalani.
Al-Suddi berkata: "Tidak ada seorang pun yang diutus oleh Allah -Subhanahu wa Ta'ala- sebagai rasul kepada suatu kaum dan mereka membunuhnya, atau sekelompok orang beriman yang menyeru kepada kebenaran dan mereka dibunuh, melainkan itu akan berakhir pada suatu masa hingga Allah -Subhanahu wa Ta'ala- mengutus bagi mereka orang yang membela mereka dan meminta balasan atas darah mereka dari orang-orang yang berbuat demikian kepada mereka di dunia."
Maka Allah -Subhanahu wa Ta'ala- adalah Yang Maha Keras dalam hukuman; Allah berfirman:
{شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ}
[غافر: 3].
Dan Allah berfirman:
{كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَالْأَحْزَابُ مِنْ بَعْدِهِمْ وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ}
[غافر: 5].
Artinya: "Maka bagaimana hukuman-Ku terhadap mereka, tidakkah Aku telah menghancurkan mereka dan menjadikan mereka sebagai pelajaran bagi makhluk dan sebagai peringatan bagi yang setelah mereka? Dan Aku menjadikan rumah-rumah mereka kosong, dan menjadi tempat tinggal bagi binatang buas?!"
Dan penghancuran yang disebutkan Allah dalam surah ini mencakup semua yang mendustakan para rasul dan nabi; baik mereka menyaksikan kemenangan ini maupun tidak terjadi setelah kematian mereka.
Adapun tentang kemenangan perjuangan mereka yang mereka jalani di dunia ini, yaitu agar Allah -Subhanahu wa Ta'ala- mengangkat kalimat mereka setelah kematian mereka, maka Allah -Subhanahu wa Ta'ala- telah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya Muhammad -Shallallahu Alaihi Wasallam- dan menegakkan Islam, dan banyak orang masuk ke dalam agama Allah di akhir hidupnya, tetapi para sahabat Ridwanullah 'Alaihim tidak semua menyaksikan kemenangan dan peneguhan ini, karena sebagian dari mereka dibunuh karena penyiksaan pada masa Mekah, dan sebagian dari mereka dibunuh dalam peperangan dan pertempuran; seperti Perang Uhud, Biar Ma'unah, dan berbagai peristiwa di mana banyak sahabat yang dibunuh.
Apakah kita akan mengatakan: Bahwa Allah -Subhanahu wa Ta'ala- telah mengecewakan janji-Nya kepada para syuhada ini; karena mereka telah menempuh jalan mereka sebelum melihat kemenangan?!
Jawabannya: Tidak! Karena Allah -Subhanahu wa Ta'ala- telah memberikan kemenangan kepada umat-Nya dan membela hamba-hamba-Nya yang mengesakan-Nya dan memberikan kemenangan kepada para syuhada ini dengan membela agama mereka dan perjuangan yang mereka jalani, yaitu mengesakan Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dan agar agama ini seluruhnya hanya untuk Allah, dan agar kalimat Allah adalah yang tertinggi, dan kalimat orang-orang kafir adalah yang terendah. Oleh karena itu, pelajaran ada pada akhirnya dan kemenangan prinsip-prinsip, serta kesempurnaan akhir tidak diukur dengan kekurangan awal.
Dengan demikian, seorang mukmin berusaha sekuat tenaga untuk membela agama Allah dengan keyakinan bahwa Allah pasti akan memberi kemenangan kepadanya di akhirat, meskipun ia tidak menyaksikan peneguhan dan kemenangan ini dalam hidupnya, pasti hal itu akan terjadi suatu saat.
{فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَإِمَّا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ الَّذِي نَعِدُهُمْ أَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ}
[غافر: 77].
5. Kemenangan dengan Pengakuan Para Zalim atas Kekalahan:
Salah satu bentuk kemenangan yang paling mengesankan adalah ketika pihak yang kalah mengakui kekalahannya. Beberapa peneliti militer bahkan berpendapat bahwa kekalahan tidak dapat dianggap sah kecuali dengan pengakuan pihak yang kalah; karena tolok ukur kemenangan dan kekalahan dapat berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Misalnya, jika sebuah angkatan bersenjata terlibat dalam pertempuran melawan angkatan bersenjata lain, dan pertempuran tersebut berakhir dengan penguasaan wilayah musuh, pihak yang menguasai wilayah tersebut akan menganggap dirinya menang, meskipun banyak pasukannya yang tewas.
Sebaliknya, pihak angkatan bersenjata yang kehilangan wilayah mungkin merasa telah menang karena mereka telah membunuh banyak anggota pasukan penjajah, dan bahwa wilayah yang telah dikuasai tersebut akan kembali diambil dalam pertempuran berikutnya, tetapi mereka yang tewas tidak akan hidup kembali!
Saat ini, kita tidak bermaksud untuk menentukan kebenaran dari masalah ini, tetapi hanya menunjukkan bahwa tolok ukur kemenangan dan kekalahan dapat berbeda dari individu ke individu dalam banyak hal. Yang menjelaskan perdebatan adalah ketika pihak yang kalah mengakui kekalahannya dan sepenuhnya tunduk kepada pihak yang menang. Pada titik ini, kita dapat mengatakan bahwa kemenangan telah terjadi dengan pengakuan pihak yang kalah.
Ketika kita merenungkan Surah Ghafir, kita menemukan beberapa pengakuan dari para kafir mengenai kekalahan mereka di hadapan orang-orang yang benar.
Kita akan mengambil dua contoh; satu pengakuan di dunia, dan satu pengakuan di akhirat:
Adapun pengakuan di dunia; ini terjadi ketika mereka menyaksikan azab menjelang kematian mereka, seperti yang terdapat dalam firman-Nya:
{فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ * فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إِيمَانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا سُنَّتَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَافِرُونَ}[غafir: 84-85].
Dua ayat ini adalah ayat terakhir dalam Surah Ghafir; para kafir kalah, dan sebelum kekalahan mereka, mereka mengakui kesyirikan mereka dan menyatakan keimanan mereka. Mereka berkata: “Kami beriman kepada Allah semata dan kafir terhadap apa yang telah kami syirikkan.”
Namun, keimanan ini saat menyaksikan azab atau mendekati kematian tidak ada gunanya. Hal ini didukung oleh ayat-ayat lain dalam kitab Allah, seperti firman-Nya:
{وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّار}
[An-Nisa: 18].
Dan juga firman-Nya tentang Fir’aun:
{حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ * آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ}
[Yunus: 90-91].
Adapun pengakuan di akhirat; terdapat dalam firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنَادَوْنَ لَمَقْتُ اللَّهِ أَكْبَرُ مِنْ مَقْتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ إِذْ تُدْعَوْنَ إِلَى الْإِيمَانِ فَتَكْفُرُونَ * قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ}
[Ghafir: 10-11].
Di sini terdapat pengakuan yang jelas dari para kafir, dari para pendusta rasul dan lainnya, ketika mereka membenci diri mereka sendiri karena kekufuran mereka. Mereka mengakui dosa-dosa mereka dan meminta kepada Allah untuk kembali ke kehidupan dunia sekali lagi.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjelaskan di banyak tempat dalam kitab-Nya bahwa pengakuan kafir atas dosanya pada hari kiamat tidak akan berguna pada hari itu, seperti dalam firman-Nya:
{فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِير}
[Al-Mulk: 11].
Begitu juga dari pengakuan di akhirat dalam surah yang sama, firman-Nya:
{يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}
[Ghafir: 52].
6. Kemenangan Allah untuk Para Mukmin pada Hari Kiamat:
Allah berfirman:
{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ * يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ}
[Ghafir: 51-52].
Betapa agungnya kemenangan tersebut, ketika Allah mengumpulkan orang-orang pertama dan terakhir dalam suatu pemandangan yang luar biasa, dan para saksi dari malaikat, para nabi, para syuhada, dan orang-orang saleh berdiri. Allah meninggikan orang-orang yang benar dan menghinakan musuh-musuh mereka dari kalangan yang batil.
"Adapun keadaan musuh-musuh mereka adalah bahwa mereka mengalami tiga hal:
Pertama:
Tidak ada satu pun alasan yang bermanfaat bagi mereka.
Kedua:
Mereka mendapat laknat, ini menunjukkan pada keterkaitan, maksudnya: laknat itu hanya ditujukan kepada mereka, yaitu penghinaan dan penindasan.
Ketiga: Tempat yang buruk, yaitu hukuman yang keras.
Hari itu, jika musuh-musuh berada pada tiga tingkatan tersebut dari kesepian dan bencana, lalu Allah khususkan para nabi dan wali dengan berbagai jenis kemuliaan yang terjadi dalam pertemuan yang besar, di sini terlihat betapa bahagianya orang beriman dan betapa besarnya kesedihan para kafir.
Apa yang hilang dari orang-orang beriman di dunia ini meskipun mereka mengalami sedikit penderitaan? Bukankah ada ganjaran di akhirat sebagai ganti dunia? Tidakkah Allah berfirman:
{وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}
[Al-Ankabut: 64]
Dan firman-Nya:
{وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
[Al-A'la: 17].
Kemenangan sejati adalah kemenangan di surga dan keridhaan Allah, dan kerugian sejati adalah kerugian jiwa di neraka Jahanam, di mana mereka akan kekal di dalamnya selamanya.
Allah berfirman:
{كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ}
[Al-Imran: 185].
7. Kemenangan Allah dengan Mengabadikan Ingatan Orang-orang Mukmin:
Betapa suatu kehormatan yang agung, tidak ada kehormatan yang lebih besar darinya di dunia, ketika Allah mengabadikan ingatan hamba-Nya yang mukmin dalam kitab yang akan dibaca dan diperintahkan untuk dibaca hingga hari kiamat.
Mungkin kita bisa lihat contoh dari seorang mukmin dari kalangan keluarga Fir’aun - semoga Allah meridhainya - yang berjuang dengan sebaik-baik perjuangan, yaitu mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.
Dan karena pahala itu tergantung pada seberapa besar kesulitan yang dihadapi, serta karena mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim dapat menempatkan pelakunya pada ujian yang paling berat, maka pahalanya pun menjadi berlipat ganda.
Bahkan, surah dalam Al-Qur'an dinamai berdasarkan namanya, menurut banyak ahli ilmu, yaitu “Surah Al-Mu'min.”
Penutup:
Al-Qur'an yang mulia dipenuhi dengan banyak janji kemenangan dan pemberian kekuasaan kepada hamba-hamba Allah yang mukmin.
Surah Ghafir sangat memperhatikan hal ini dan menunjukkan sejumlah bentuk kemenangan dan kekuasaan tersebut. Dalam artikel ini, kami telah menguraikan gambar-gambar yang disebutkan dalam Surah Ghafir dan menegaskan prinsip kemenangan dan pemberian kekuasaan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin dalam Al-Qur'an.
Kemenangan-Nya untuk mereka terjadi di dunia dan di akhirat, dan bentuk-bentuk kemenangan ini memiliki banyak variasi. Allah pasti akan mengalahkan urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Kami memohon kepada Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung untuk memberi kami kebahagiaan dengan kemenangan hamba-hamba-Nya yang mukmin dalam hidup kami dan pada hari ketika saksi-saksi berdiri.
Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada Nabi kita, kekasih kita Muhammad, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya semuanya.